Kebenaran Akan Memerdekakan Kamu

Paus Fransiskus



Kebenaran Akan Memerdekakan Kamu
(Minggu Komunikasi Sedunia)

Injil minggu ini, dalam doa Yesus tampak cintaNya agar manusia hidup tanpa konflik. “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, supaya mereka menjadi satu sama seperti kita.” (Yoh. 17:11). Yesus ingin kita bersatu dan hidup damai sejahtera.

Ia mengutus kita untuk mewartakan Injil, Kabar Gembiran tentang kasih Allah. Tapi, dunia ini seperti tidak menyukai firman Allah. Karena itu kita mengalami banyak tantangan dan pertentangan.

Yesus sadar Ia akan meninggalkan dunia ini dan para murid-Nya akan dibenci dunia, sebab Firman Allah tidak disukai dunia. Yesus berdoa agar Allah Bapa melindungi dari yang jahat. Yesus tidak berdoa agar kita diambil dari dunia ini, tetapi agar kita tetap hidup di dunia ini dan menjadi penerus warta kebenaran.

Hari ini kita merayakan Hari Komunikasi Sedunia. Tujuan dan kodra komunikasi itu adalah agar semua orang bersatu.

Kata “komunikasi” berasal dari kata Lain: cum artinya bersama-sama, dan unum artinya satu. Jadi, komunikasi adalah proses bersama-sama menjadi satu.

Maka semua alat dan media komunikasi haruslah kita pakai untuk menyatukan kita dan bukan untuk memecah-belah, menyebar fitnah atau hoax. Alat dan media komunikasi juga tidak boleh kita pakai untuk menyebarkan berita yang menciptakan kebaikan bersama.

Di hari Kominikasi tahun ini, Paus Fransiskus menilai pada umumnya di dunia, berita palsu sudah merasuk hidup manusia. Berita Palsu menyebar sangat cepat seperti virus yang mematikan hubungan baik.

Penyebaran Berita Palsu
Berita palsu terkait dengan informasi palsu tanpa berdasarkan data atau memutar balik data dengan tujuan menipu dan mencurangi baik pembaca maupun pemirsa atau pendengar. Penyebaran berita palsu dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, memengaruhi keputusan-keputusan politik, dan melayani kepentingan-kepentingan ekonomi.

Berita palsu itu bisa efektif, terutama karena mampu mengelabui seolah-oleh berita yang benar dan masuk akal. Kedua, berita palsu,  namun meyakinkan ini, amat cerdik serta mampu menarik perhatian, dengan memunculkan hal-hal stereotipe dan apa yang menjadi objek keingintahuan umum, serta mengeksploitasi emosi-emosi sesaat seperti kecemasan, rasa terhina, kemarahan dan frustrasi. Kemampuan untuk menyebarkan berita palsu semacam itu sering kali ditopang oleh kemampuan memanfaatkan, dengan manipulasi, pelbagai jejaring sosial dan cara kerjanya.

Cerita-cerita yang tidak benar dapat menyebar begitu cepat,  sehingga bantahan-bantahan dari pihak berwenang sekalipun gagal membendung dampak negatif yang ditimbulkannya.

Kesulitan untuk membuka kedok dan menyingkirkan berita palsu juga disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak orang berinteraksi dalam ruang lingkup digital yang seragam, yang “kedap” terhadap aneka sudut pandang dan pendapat yang berbeda, sehingga informasi sesat tumbuh subur di tengah tidak adanya informasi tandingan dari sumber-sumber lain yang dapat secara efektif menangkal prasangka dan melahirkan dialog konstruktif.

Akibatnya, berita palsu itu menyeret orang menjadi kaki-tangan untuk meneruskan penyebaran gagasan tak berdasar dan bias. Tragedi dari informasi sesat ialah pendiskreditan pihak-pihak lain, menampilkan mereka sebagai musuh, dengan tujuan menjadikan mereka sasaran kebencian dan mengobarkan konflik. Berita bohong adalah wujud dari sikap intoleran dan hipersensitif, yang hanya akan mengarah kepada penyebaran arogansi dan kebencian. Itulah capaian akhir dari kebohongan.

Walaupun demikian Paus Fransiskus mengatakan kebenaran akan memerdekakan kamu. Kebenaran tidak dapat dikalahkan dengan kebohongan dan pembodohan.

“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32)
Pencemaran terus-menerus oleh bahasa bohong dapat berakhir pada semakin gelapnya kehidupan batin kita. Pengamatan Dostoevsky menjelaskan hal itu: “Orang-orang yang menipu diri dan mempercayai tipuannya sendiri akan sampai pada suatu titik,  di mana mereka tidak dapat lagi mengenal kebenaran di dalam diri mereka, atau di sekitar mereka, dan dengan demikian mereka kehilangan rasa hormat terhadap diri mereka sendiri dan terhadap orang lain. Dan ketika mereka tidak lagi memiliki rasa hormat pada diri mereka sendiri, mereka akan berhenti mencintai, dan kemudian untuk menyibukkan diri dan mengalihkan perhatian dari diri mereka yang tanpa kasih, mereka mengumbar berbagai nafsu dan kenikmatan badani, serta tenggelam dalam ketamakan yang meyerupai binatang, dalam kebiasaan untuk terus menerus berbohong kepada sesama dan diri mereka sendiri”. (The Brothers Karamazov, II, 2).

Lalu, bagaimana kita dapat mempertahankan diri dari kebohongan? Penangkal paling jitu terhadap virus kepalsuan adalah pemurnian oleh kebenaran.

Dalam Kekristenan, kebenaran bukan melulu suatu realitas konseptual yang berhubungan dengan bagaimana kita menilai segala sesuatu, menentukan sesuatu  benar atau salah. Kebenaran itu tidak sekadar mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi, “menyingkap kenyataan”, sebagaimana kebenaran diartikan dalam istilah Yunani kuno yaitu aletheia (dari kata a-lethès, “tidak tersembunyi”). Kebenaran mencakup keseluruhan hidup kita. Dalam Alkitab, kebenaran mengandung makna dukungan, soliditas dan kepercayaan, seperti yang tersirat oleh akar kata ‘aman,’ asal-usul  kata ‘amin’ dalam liturgi kita. Kebenaran adalah sesuatu ke mana anda dapat bersandar agar tidak jatuh. Dalam pengertian relasional ini, Dialah satu-satunya yang dapat sungguh-sungguh diandalkan dan dipercayai – Dia yang bisa kita andalkan – adalah Tuhan yang hidup. Oleh karena itu, Yesus dapat berkata: “Akulah kebenaran” (Yoh 14:6). Kita menemukan kembali kebenaran ketika kita mengalaminya di dalam diri kita sendiri, dalam kesetiaan dan kepercayaan kepada Dia yang mengasihi kita. Inilah satu-satunya yang dapat membebaskan kita: “Kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32).

Bebas dari kepalsuan dan mencari relasi, merupakan dua unsur yang tidak boleh hilang dari kata dan perbuatan kita, agar kata dan sikap kita benar, otentik dan dapat dipercaya.

Untuk mengenal kebenaran, kita perlu mengenal segala sesuatu yang mendorong terbentuknya persekutuan dan yang memajukan kebaikan, serta  membedakannya dari apa pun yang cenderung mengasingkan, memecah belah, dan menentang. Karena itu, kebenaran sesungguhnya tidak dapat dipahami,  ketika kebenaran dipaksakan dari luar sebagai sesuatu yang impersonal. Kebenaran hanya dapat mengalir dari relasi bebas di antara orang-orang dan dari saling mendengarkan.

Kita juga tidak akan pernah bisa berhenti mencari kebenaran, selama kepalsuan selalu bisa menyelinap masuk, bahkan ketika kita menyatakan hal-hal yang benar. Argumen yang tak dapat salah, sesungguhnya berlandas pada fakta-fakta yang tak terbantahkan, namun jika argumen itu digunakan untuk melukai orang lain dan untuk mendiskreditkan orang itu di hadapan orang lain, maka betapapun argumen itu kelihatannya benar, argumen tersebut sesungguhnya tidak mengungkap kebenaran. Kita bisa mengenal kebenaran setiap pernyataan dari buahnya: apakah pernyataan itu memicu pertengkaran, menimbulkan perpecahan, mendorong pengunduran diri; atau sebaliknya, pernyataan itu mengembangkan refleksi yang matang dan berlandas pada informasi benar yang mengarah kepada dialog konstruktif  dengan hasil-hasil yang bermanfaat.

Perdamaian adalah Berita Yang Sebenarnya
Penangkal terbaik melawan  kebohongan bukan strategi, melainkan masyarakat: masyarakat yang tidak serakah, tetapi bersedia mendengarkan, masyarakat yang berikhtiar melakukan dialog tulus agar kebenaran dapat tersingkap: masyarakat yang tertarik oleh kebaikan dan bertanggung jawab atas cara bagaimana memanfaatkan bahasa. 

Jika tanggung jawab adalah jawaban terhadap penyebaran berita bohong, maka tanggung jawab berat  itu berada di pundak orang-orang yang tugasnya memberikan informasi, yaitu para wartawan, pengawal berita. 

Di dunia sekarang ini, tugas mereka adalah memberikan informasi bukan sekadar sebagai suatu  pekerjaan.  Tugas itu adalah sebuah misi, perutusan. Di tengah hiruk pikuk dan hingar-bingar kesibukan menyampaikan berita pertama serta tercepat, para jurnalis mesti ingat bahwa intisari informasi bukanlah kecepatan menyampaikan atau dampaknya pada para audiens, melainkan orang perorangan. 

Memberikan informasi kepada orang lain berarti membentuk mereka; itu berarti ada hubungannya dengan kehidupan orang lain. Itulah alasannya mengapa menjamin keakuratan sumber dan melindungi komunikasi adalah sarana riil untuk memajukan kebaikan, membangkitkan kepercayaan, dan membuka jalan menuju persekutuan dan perdamaian.

Maka, saya ingin mengajak semua orang untuk memajukan  jurnalisme perdamaian. Jurnalisme perdamaian tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme “pemanis rasa” yang menolak mengakui adanya masalah-masalah serius atau jurnalisme yang bernada sentimentalisme. Sebaliknya, jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan pokok berita yang sensasional. Sebuah jurnalisme yang diciptakan oleh masyarakat untuk masyarakat, yang melayani semua orang, terutama mereka – dan mereka adalah mayoritas di tengah dunia kita – mereka yang tidak bersuara. Sebuah jurnalisme yang tidak terpusat pada breaking news (berita sela) tetapi menelisik sebab-sebab yang mendasari konflik, guna memajukan pemahaman yang lebih mendalam dan memberi sumbangan bagi jalan keluar dengan memulai suatu proses yang baik. Sebuah jurnalisme yang berkomitmen untuk menunjukkan beragam alternatif terhadap meningkatnya keributan dan kekerasan verbal.

Untuk mencapai tujuan ini, seraya menimba ilham dari untaian doa Fransiskan, kita sebagai pribadi mesti  berpaling kepada Sang Kebenaran:

Tuhan, jadikanlah kami alat damai-Mu.

Bantulah kami mengenali kejahatan yang tersembunyi dalam suatu komunikasi yang tidak membangun persekutuan.

Bantulah kami untuk membuang racun dari berbagai penilaian kami.

Bantulah kami untuk berbicara tentang orang lain sebagai saudara dan saudari kami.

Dikaulah yang setia dan dapat diandalkan; semoga perkataan kami menjadi benih kebaikan bagi dunia:

di mana ada teriakan, biarkanlah kami berlatih mendengarkan;

di mana ada kebingungan, biarkanlah kami mengilhami keselarasan;

di mana ada ketidakjelasan, biarkanlah kami membawa kejelasan;

di mana ada pengucilan, biarkanlah kami memberi solidaritas;

di mana ada kegemparan, biarkanlah kami memakai ketenangan;

di mana ada kedangkalan, biarkanlah kami mengajukan persoalan-persoalan nyata;

di mana ada prasangka, biarkanlah kami membangkitkan kepercayaan;

di mana ada permusuhan, biarkanlah kami membawa rasa hormat;

di mana ada kepalsuan, biarkanlah kami membawa kebenaran.

Amin.

(Perampung: Honny Pigai)

Share:
spacer