Kebingungan akan parameter demokrasi itu sejauh mana, kerap kali dijumpai ketika banyak orang membicarakan makna demokrasi itu sendiri.
Di dalam kebingungan dan ketidakpastian, kata demokrasi itu sering terlontar dari mulut ke mulut, terlebih bagi kita kalangan mahasiswa yang katanya tergolong sebagai golongan intelektual muda.
Dalam goresan-goresan tinta yang dituangkan dalam buku yang berjudul “Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat”, M. Fadjroel Rachman, demokrasi dipandang bukan hanya model pemerintahan melainkan yang paling penting adalah sebagai penjaga abadi kebebasan dasar manusia.
Pertemuan tradisi demokrasi dan tradisi kebebasan membuahkan sesuatu yang baru, yang kemudian justifikasi demokrasi pun bergeser dari semata prosedural ke moral.
Dalam demokrasi, koerasi ditekan sampai titik nol, sebab roh kebebasan dijantung demokrasi menuntut setiap orang diperlakukan sebagai subjek moral yang setara. Sesuatu dianggap baik bukan karena doktrin agama dan filsafat tertentu melainkan disepakati secara sukarela.
Di negara Indonesia yang menganut sistem Demokrasi, sangat jarang dan bahkan tidak nampak perwujudan demokrasi yang bermartabat demi rakyat. Negara lebih banyak menggunakan sistem otoritas. Sikap otoritas yang memojokkan rakyat sehingga segala kebijakan yang dibuat demi rakyat seringkali dan bahkan hampir tidak melibatkan rakyat.
Di Wilayah Papua misalnya, segala kebijakan yang diambil dan diputuskan selalu saja menyimpang dari kemauan rakyat. Kebijakan-kebijakan yang nampak di Papua adalah kebijakan yang diambil hanya oleh para elit-elit politik negara, tanpa keterlibatan masyarakat. Hal ini membuat kebijakan itu sama sekali tidak menjawab kemauan rakyat Papua. Ibaratnya, 'Rakyat Minta Lain, Pemeritah Beri Lain'.
Kalau demikian terus adanya, negara yang bersistem demokrasi ini mesti dihapus, karena tidak mencerminkan hakekatnya. Hakekat dmokrasi sebagai negara untuk rakyat, oleh rakyat dan dari rakyat lumpuh di tengah keegoisan para otoritas, yang hanya mencari popularitas diri.
Karena itu, negara mesti membuka diri mewujudkan cita-cita demokrasi yang luhur dan mendengar kemauan dan keinginan rakyat. Suara rakyat mesti di dengar, agar negara ini menjadi negara rakyat, bukan negara para elit. Kalau hal ini tidak dilakukan maka pantaslah konflik terus berkembang tanpa ada ujung pangkal yang jelas. Maka jalannya negara mesti membuka diri dan menegakkan keadilan, kebenaran di atas negara yang berlabel demokrasi serta mendengar suara dan keinginan rakyat.
Honaratus Pigai - Mahasiswa Papua, Kuliah di Papua.
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."