Iman dan akal budi |
“Karena itu di rumah ibadat ia
bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan
Allah…dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa” (Kis
17:17-18)
Kalimat di atas menunjukkan
bahwa sejak zaman para Rasul: awal pewartaan iman kristiani telah terjadi
perjumpaan iman dengan aliran-aliran filsafat yang berkembang saat itu. Dalam
teks Kis. 17:17-18 diperlihatkan bagaimana mereka mengadakan diskusi tentang
iman dan akalbudi (ilmu pengetahuan) untuk mencari kebenaran. Para rasul dan
jemaatnya berdiskusi bahkan berdebat dengan para ahli filsafat seperti Stoa dan
Epikuros.
Ilmu membebaskan dari ketakutan
(Epikuros)
Epikuros adalah seorang filsuf
Yunani yang dilahirkan tahun 341 SM. Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang
mengutamakan penyelidikan ilmiah. Epikuros menggunakan pengetahuan yang
diperolehnya dan penyelidikan ilmu yang sudah dikenal sebagai alat untuk
membebaskan manusia dari ketakutan agama. Ketakutan terhadap agama dimaksud
adalah adanya rasa takut kepada dewa- dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh
agama orang Yunani lama. Menurut Epikuros ketakutan kepada agama itulah yang
menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Jadi aliran
filsafat Epikuros diarahkan kepada satu tujuan memberikan jaminan kebahagiaan
kepada manusia. Bagi Epikuros logika melihat kehidupan adalah semua yang kita
pandang/ lihat itu adalah benar. Logika harus melahirkan norma untuk
pengetahuan dan kriteria tentang apa itu kebenaran. Pandangan adalah kritetia
yang paling tinggi untuk menentukan kebenaran. Kebenaran dicapai dengan
pemandangan dan pengalaman. Pemikiran kedua Epikuros adalah fisika. Teori
fisika diciptakan oleh manusia untuk membebaskan manusia dari kepercayaan
sia-sia kepada dewa-dewa. Dia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan
dan0dikuasai oleh dewa-dewa melainkan oleh gerakan hukum fisika. Segala yang terjadi
dan dipandang di dunia ini disebabkan oleh penyebab kausal dan mekanis. Manusia
harus merdeka menentukan nasibnya sendiri dan tidak dikuasai oleh dewa-dewa.
Epikuros dalam Kisah Para Rasul itu berdebat dengan orang beriman soal
kehadiran Allah. Epikuros dengan tegas mengajarkan bahwa manusia sesudah mati
tidak hidup lagi (bertentangan dengan paham iman Kristiani yang percaya adanya
kebangkitan orang-orang mati). Hidup adalah peristiwa yang sementara saja yang
tidak bernilai harganya, maka hidup ditujukan untuk mencari kesenangan.
Pemikiran ketiga dari Epikuros adalah etik. Ajaran etik tidak terlepas dari
ilmu fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran etikanya adalah mencari kesenangan
hidup, yang diartikan sebagai kesenangan ragawi dan kepuasan batin.
Penyempurnaan moral manusia
(Stoa)
Stoa dalam Kisah para rasul
17:17-18 adalah seorang filsuf Yunani yang hidup tahun 340 SM. Dia seorang
saudagar yang belajar filsafat di akademi dibawah pimpinan Xenocrates murid
Plato yang terkenal. Stoa artinya ruangan, karena di ruangan penuh ukiran dia
mengajarkan pelbagai ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah
menyempurnakan moral manusia. Pokok ajaran filsafat Stoa adalah bagaimana
manusia hidup selaras dengan keharmonisan dunia sehingga kebajikan adalah akal
budi yang lurus. Akal budi yang sesuai dengan keselarasan/ keharmonisan dunia.
Pada akhirnya manusia akan mencapai citra hidup manusia yang bijaksana yaitu
hidup sesuai dengan jalan pikir alam semesta. Tentang logika, pemikiran Stoa
tidak jauh berbeda dengan Epikuros yakni untuk memperoleh kriteria tentang
kebenaran. Kebenaran adalah pemandangan yang menggambarkan barang yang
dipandang sehingga orang yang memandang itu membenarkan dan menerima isi yang
dilihatnya. Fisika kaum Stoa memberi pelajaran tentang alam tetapi juga tentang
Teologi. Tentang etik Stoa, ini adalah inti dari filsafatnya. Maksud etiknya
adalah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian
melaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan. Kemerdekaan moral seseorang
adalah dasar dari segala etik Stoa.
Iman dan Akal budi saling
melayani
Pengetahuan kodrati dari
Epikuros dan Stoa dapat menjerumuskan manusia ke dalam paham atheis, dengan
pandangan mereka yang menolak adanya paham kebangkitan orang-orang mati.
Epikuros dan Stoa memiliki pandangan yang hedonis, yaitu mencari kesenangan
badani dalam hidup, dan ini berlawanan dengan ajaran iman kristiani. Sebagai
umat kristiani kita tidak boleh melupakan dua hal pokok menanggapi pelbagai
kemajuan akal budi manusia yakni pengertian kodrati akan Allah dan suara hati
nurani. Seperti ditulis dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma. “Karena apa
yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah
menyatakannya kepada mereka… Apa yang tidak nampak dari pada-Nya yaitu
kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat nampak kepada pikiran dari
karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma
1: 19-20). Perjumpaan akal budi (pengetahuan) dalam aliran filsafat sejak Gereja
perdana dengan Teologi (pewartaan iman Kristiani) menjadi penting untuk
disimak. Pemikir Kristiani bersikap kritis dalam menjawab gagasan filsafat
Yunani. Adalah Origenes [Bapa Gereja di abad ke-2] yang menggunakan filsafat
Platonis untuk menyusun argumen dan bentuk teologi Kristiani. Dia unggul dalam
menangkis serangan filsuf Yunani dengan gagasan Teologi yang bernalar rasional.
Kebenaran ilmu pengetahuan bertumpu pada akal budi tetapi teologi Kristiani
bertumpu pada wahyu Kristiani. Kebenaran kristiani membawa penyelamatan dan
berpuncak pada pewahyuan tentang Kristus. Karena itu perjumpaan ilmu
pengetahuan (akal budi) dan pemahaman akan Allah (Teologi) harus saling
melayani dan mendukung. Sebab jika tidak, keduanya akan menuai kepicikan dan
ketimpangan ilmu yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kebaikan umat manusia.
***
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."