Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Natalius Pigai meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membentuk
pengadilan HAM ad hoc. Pengadilan itu menjadi salah satu syarat tuntasnya tujuh
kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Menurut Natalius, Komnas HAM telah meminta langsung
kepada Jokowi untuk membentuk pengadilan yang berwenang memproses peradilan
terhadap para pelaku pelanggaran HAM berat itu.
Bahkan Natalius mengatakan Komnas HAM telah berulang
kali meminta mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membuat pengadilan
serupa, tapi SBY selalu menolak.
“SBY selalu menolak kami dengan alasan tidak ada
waktu,” kata Natalius saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Desember 2014.
Saat berkampanye untuk menjadi presiden, Jokowi
berjanji merampungkan pengusutan tujuh kasus pelanggaran di Indonesia.
Tujuh pelanggaran HAM itu di antaranya peristiwa
1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talang Sari di
Lampung 1989; peristiwa penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998;
peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II;
dan peristiwa Wasior dan Wamena 2003.
Saat berkampanye, Jokowi berbicara mengenai masalah
HAM yang terjadi pada masa lalu. Menurut Jokowi, kasus pelanggaran HAM pada
masa lalu harus diusut hingga tuntas agar tak selalu dihantui masalah masa
lalu.
Pernyataan Jokowi mengenai kasus pelanggaran HAM ini
secara tidak langsung terkait dengan latar belakang kompetitornya di pemilihan
presiden 2014, yakni Prabowo Subianto. (Tempo)