Doc.Google |
Peninjauan kembali teologi mengenai misi yang telah terjadi pada Konsili Vatikan II, yang mendukung Kristologi tentang: Sentralitas Kerajaan Allah dalam warta dan karya Yesus. Singkatnya, apabila misi Yesus adalah Kerajaan Allah, maka misi Gereja juga adalah Kerajaan Allah. Tidak bisa Gereja bermisi kepada yang bukan misi Yesus, tetapi jika Gereja menjadikan Yesus sebagai dasar bagi Gereja. Maka Gereja wajib menjadi penerus misi Yesus.
Bila dilihat secara mendalam ada perubahan terhadap orang Kristen dalam memahami gereja. Perubahannya mengenai misi yang berpusat pada Gereja (Eklesiosentris) dan misi yang berpusat pada Kerajaan Allah (Regnosentris). Oleh karena itu, teolog Katolik dan Protestan bersepakat bahwa Gereja dan Kerajaan Allah tidak dapat diidentikan, tetapi ada kaitan yang mendalam.
Berdasarkan uraian di atas orang Kristen memahami bahwa maksud utama atau alasan yang memadai (ratio sufficiens) adalah perutusan ke dunia bukanlah mendirikan Gereja, tetapi Kerajaan Allah. Lebih dari itu, dalam terminologi digunakan Vatikan dalam hubungan Gereja dan Kerajaan Allah, Gereja adalah ”hamba” harus melayani Kerajaan Allah dan bukan sebaliknya. Karena itu, Gereja hidup yang benar apabila berpusat pada Kerajaan Allah. Dalam Gaudium et Spes juga dikatakan: ”Gereja hanya mempunyai satu tujuan supaya Kerajaan Allah datang dan keselamatan umat manusia dipenuhi” (45).
Dalam perdebatan di masa silam mengenai maksud karya misi itu, yang menjadi alasan utama mengapa para misionaris diutus bukan untuk membangun dan menanamkan Gereja, tetapi membangun dan mendirikan Kerejaan Allah. Membangun dan menanamkan Gereja tetap penting, tetapi yang penting Gereja sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Para Uskup menyatakan secara jelas ”Fokus misi evangelisasi Gereja adalah mendirikan Kerajaan Allah dan mendirikan Gereja guna melayani Kerajaan Allah” (dalam Dupuis 1993, 27). Amaladoss juga menyampaikan pendapat yang sama; Gereja dipanggil pada pelayanan berisi ganda: pertama untuk memberikan kesaksian mengenai Kerajaan Allah dan memajukan perwujudan di dunia, kedua mewartakan Yesus dan mendirikan komunitas.
Teologi misi yang berpusat pada Kerajaan Allah, umat Kristen lebih mudah menentukan prioritas. Gereja tidak ditempatkan demi pelayanan bagi dirinya dan berpusat bagi dirinya, tetapi berorientasi pada Kerajaan Allah yang akan datang sebab hanya Kerajaan Allah kepenuhan perwujudan Allah yang bersifat Kekal. Menempatkan Kerajaan Allah demi pelayanan pada Gereja tidak hanya mengacaukan prioritas, tetapi merupakan berhala. Namun sebagaimana berlaku bagi Yesus, seharusnya berlaku bagi gereja.
Kita harus menghindari kesalahpahaman yang terjadi demi memajukan Kerajaan Allah, para misionaris perlu melakukan banyak hal, seperti menanamkan Gereja, membangun komunitas, mewartakan sabda, berdialog dengan komunitas beriman lain. Harus memandang bahwa karya itu merupakan karya misi, tetapi kita mengakui bahwa itu lebih rendah dari pada tujuan utama karya bagi Kerajaan Allah. Dalam ajaran resmi Gereja tentang misiologi, David Bosch mengakui adanya pergerakan tujuan karya misioner ke tujuan yang berpusat pada Kerejaan Allah. Peralihan itu memandang Gereja secara berbeda: umat pertama-tama mencari Kerajaan Allah dan keadilannya, Gereja kadang menempatkan karyanya di atas keprihatinan akan keadilan, belas kasih, dan kebenaran. Umat Gereja bepikir bagaimana memasukkan orang ke dalam Gereja, umat Kerajaan Allah berpikir bagaimana mambawa Gereja kedalam dunia. Umat Gereja khawati jangan-jangan dunia mengubah Gereja; Umat Kerajaan Allah bekerja untuk melihat gereja mengubah dunia.
David Bosch menarik implikasi pemecahan ”regnosentris” dalam teologi, hidup, dan misi Gereja. Bila umat kristen memandang Gereja sebagai hamba Kerajaan Allah, Kerajaan Allah mengatasi nilai Gereja atau mereka menghayati Gereja sebagai sarana untuk mencapai Kerajaan Allah, maka haruslah berhati-hati terhadap teologis tradisional, bahwa Kerajaan Allah terpenuhi dalam Gereja atau gerja ”perlu” untuk Kerajaan Allah. Untuk menghindari pemberhalaan peran Gereja sebagai ”yang perlu”, umat kristen harus mengakui bahwa Gereja merupakan suatu sarana dan bukan satu-satunya sarana yang membawa kepenuhan bagi perwujudan Kerajaan Allah di dunia.
Oleh: Honny Pigai