Jayapura,- Anggota DPRD Kabupaten Dogiyai Anggian Goo dan anggota
KPU Kabupaten Dogiyai Sylvester Dumapa mengkhawatirkan akan adanya
konflik horizontal yang besar antara masyarakat di kabupaten pemekaran
ini, terkait dengan SK Menteri Dalam Negeri RI No. 131.91 – 685 Tahun
2012 dan Surat Ketua DPRD Kabupaten Dogiyai No. 174/34/Sekwan
tertanggal 22 Agustus 2012 tentang usulan pengesahan dan pengangkatan
calon Bupati/Wakil Bupati Dogiyai yang dipilih oleh Mahkamah Konstitusi
(MK) Republik Indonesia.
Seperti diketahui dalam Putusan MK soal gugatan Pemilukada di Dogiyai yang mana memenangkan pasangan nomor urut I Thomas Tigi - Herman Auwe menimbulkan gejolak social yang berkepanjangan seperti aksi pembakaran kantor KPU dan Kantor Bupati Dogiyai yang diduga dibakar massa pendukung kandidat nomor urut tiga Natalis Degei – Esau Magai yang sudah bergabung dengan massa kandidat nomor urut 2 Anton Iyowau – Apapa Clara Gobay.
Selain itu juga aktivitas perkantoran di seluruh instansi Pemerintah Kab. Dogiyai lumpuh total. Bahkan aparat keamanan sebagian besar sudah hijrah ke Nabire untuk menyelamatkan diri, karena situasi kamtibmas sudah tidak kondusif untuk melakukan aktivitas. Termasuk kios dan pasar milik non pribumi sudah ditutup karena telah eksodus ke Nabire.
“Kami membaca di media massa kalau dalam waktu dekat tiga kabupaten akan segera dilantik bupati defenitif, termasuk di Kabupaten Dogiyai. Hal ini tentunya membuat kami khawatir, karena suhu politik lokal disana semakin memanas,”kata anggota DPRD Anggian Goo
Padahal menurut keduanya sampai saat ini pihak DPRD Kab. Dogiyai belum menerima hasil pleno penetapan calon bupati terpilih Kab. Dogiyai oleh KPU Dogiyai.
“Dengan demikian, sejauh ini DPRD Dogiyai belum melaksanakan rapat paripurna untuk melaksanakan perintah UU No.32 Thn.2004, tentang pemerintahan daerah. Pasal 109 ayat 4, terkait mengusulkan pasangan terpilih dimaksud oleh Mendagri melalui bapak gubernur Papua untuk mengeluarkan SK pengangkatan sebagai bupati dan wakil bupati Kab. Dogiyai,”ujarnya.
Baik Anggian dan Sylvester mengatakan SK Mendagri itu salah kaprah, karena penerbitannya tidak sesuai mekanisme serta prosedur hukum yang baku berlaku di Indonesia.
Diakui oleh keduanya keputusan MK adalah yang tertinggi. Akan tetapi yang sangat disayangkan adalah MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, tidak mempertimbangkan dampak social yang ada di masyarakat. Bahkan seolah – olah tidak mengindahkan bukti – bukti yang sudah diberikan oleh KPU Dogiyai.
“Kalau nanti terjadi konflik disana. Siapa mau bertanggung jawab. Karena massa kandidat nomor urut dua dan tiga sudah bersatu melawan massa kandidat nomor urut satu,”ungkapnya.
Sebab secara fakta yang ada di lapangan dan disaksikan langsung oleh DPRD Dogiyai baik secara umum di 9 distrik se Kab. Dogiyai maupun PSU di Distrik Piyaye adalah pasangan nomor urut 1 memperoleh 24.992 suara, pasangan no. urut 2 memperoleh 22.490 suara dan nomor urut tiga 29.084 suara.
Akan tetapi pada putusan akhir MK atas sengketa pemilukada Kab. Dogiyai, sangat bertentangan dengan Perintah Putusan Sela MK. Karena dalam putusan tersebut MK RI memerintahkan KPUD Dogiyai untuk melakukan pemungutan suara ulang di delapan kampung Distrik Piyaye.
“Namun akhirnya MK justru menerima dan mengakui rekapan yang direkayasa kepala suku di ibukota distrik dan direkap PPD di tingkat distrik dengan mengesampingkan rekapan asli dan murni yang dilakukan oleh PPS dan TPS dari 8 kampung,”terangnya.
Untuk itu secara tegas DPRD Dogiyai menolak dengan tegas keputusan MK RI No. 3/PHPU – D – X/2012 tentang sengketa pemilukada Kab. Dogiyai Provinsi Papua Tahun 2012 dan meminta peninjauan ulang keputusan ini.
Selain itu juga mengusulkan peninjauan kembali SK Mendagri terkait pelantikan kedua kandidat ini. (Tiara)
SUMBER: http://pasificpost.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5832:dprd-dogiyai-tolak-pelantikan-bupati-dan-wakil-bupati-dogiyai&catid=313:headline&Itemid=568
Seperti diketahui dalam Putusan MK soal gugatan Pemilukada di Dogiyai yang mana memenangkan pasangan nomor urut I Thomas Tigi - Herman Auwe menimbulkan gejolak social yang berkepanjangan seperti aksi pembakaran kantor KPU dan Kantor Bupati Dogiyai yang diduga dibakar massa pendukung kandidat nomor urut tiga Natalis Degei – Esau Magai yang sudah bergabung dengan massa kandidat nomor urut 2 Anton Iyowau – Apapa Clara Gobay.
Selain itu juga aktivitas perkantoran di seluruh instansi Pemerintah Kab. Dogiyai lumpuh total. Bahkan aparat keamanan sebagian besar sudah hijrah ke Nabire untuk menyelamatkan diri, karena situasi kamtibmas sudah tidak kondusif untuk melakukan aktivitas. Termasuk kios dan pasar milik non pribumi sudah ditutup karena telah eksodus ke Nabire.
“Kami membaca di media massa kalau dalam waktu dekat tiga kabupaten akan segera dilantik bupati defenitif, termasuk di Kabupaten Dogiyai. Hal ini tentunya membuat kami khawatir, karena suhu politik lokal disana semakin memanas,”kata anggota DPRD Anggian Goo
Padahal menurut keduanya sampai saat ini pihak DPRD Kab. Dogiyai belum menerima hasil pleno penetapan calon bupati terpilih Kab. Dogiyai oleh KPU Dogiyai.
“Dengan demikian, sejauh ini DPRD Dogiyai belum melaksanakan rapat paripurna untuk melaksanakan perintah UU No.32 Thn.2004, tentang pemerintahan daerah. Pasal 109 ayat 4, terkait mengusulkan pasangan terpilih dimaksud oleh Mendagri melalui bapak gubernur Papua untuk mengeluarkan SK pengangkatan sebagai bupati dan wakil bupati Kab. Dogiyai,”ujarnya.
Baik Anggian dan Sylvester mengatakan SK Mendagri itu salah kaprah, karena penerbitannya tidak sesuai mekanisme serta prosedur hukum yang baku berlaku di Indonesia.
Diakui oleh keduanya keputusan MK adalah yang tertinggi. Akan tetapi yang sangat disayangkan adalah MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, tidak mempertimbangkan dampak social yang ada di masyarakat. Bahkan seolah – olah tidak mengindahkan bukti – bukti yang sudah diberikan oleh KPU Dogiyai.
“Kalau nanti terjadi konflik disana. Siapa mau bertanggung jawab. Karena massa kandidat nomor urut dua dan tiga sudah bersatu melawan massa kandidat nomor urut satu,”ungkapnya.
Sebab secara fakta yang ada di lapangan dan disaksikan langsung oleh DPRD Dogiyai baik secara umum di 9 distrik se Kab. Dogiyai maupun PSU di Distrik Piyaye adalah pasangan nomor urut 1 memperoleh 24.992 suara, pasangan no. urut 2 memperoleh 22.490 suara dan nomor urut tiga 29.084 suara.
Akan tetapi pada putusan akhir MK atas sengketa pemilukada Kab. Dogiyai, sangat bertentangan dengan Perintah Putusan Sela MK. Karena dalam putusan tersebut MK RI memerintahkan KPUD Dogiyai untuk melakukan pemungutan suara ulang di delapan kampung Distrik Piyaye.
“Namun akhirnya MK justru menerima dan mengakui rekapan yang direkayasa kepala suku di ibukota distrik dan direkap PPD di tingkat distrik dengan mengesampingkan rekapan asli dan murni yang dilakukan oleh PPS dan TPS dari 8 kampung,”terangnya.
Untuk itu secara tegas DPRD Dogiyai menolak dengan tegas keputusan MK RI No. 3/PHPU – D – X/2012 tentang sengketa pemilukada Kab. Dogiyai Provinsi Papua Tahun 2012 dan meminta peninjauan ulang keputusan ini.
Selain itu juga mengusulkan peninjauan kembali SK Mendagri terkait pelantikan kedua kandidat ini. (Tiara)
SUMBER: http://pasificpost.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5832:dprd-dogiyai-tolak-pelantikan-bupati-dan-wakil-bupati-dogiyai&catid=313:headline&Itemid=568
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."