Selpius Bobii
Rencana rekonstruksi UU
Otsus Papua sudah menjadi agenda utama Republik Indonesia. Buktinya, tentang
Rekonstruksi UU Otsus itu, Filex Wanggai, staf khusus Presiden RI bidang
Otonomi Daerah (Otda) menyampaikan dalam pertemuan Rencana Kerja Daerah Khusus
(Rakerdasus) di Jayapura yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Papua,
pada tanggal 29 Mei 2013.
Mengapa rekonstruksi UU Otsus Papua menjadi agenda penting dari
RI? Apa tujuan rekonstruksi UU Otsus Papua? Apakah Evaluasi UU Otsus Papua yang
akan difasilitasi oleh MRP adalah untuk melegitimasi draf UU Otsus Plus Papua
yang sedang disiapkan oleh RI? Apa dampaknya?
***
Latar belakang lahirnya UU Otsus Papua adalah jawaban dari kebangkitan rakyat bangsa Papua untuk merdeka penuh. Gelombang demonstrasi dan berbagai diskusi seminar digelar, juga tim 100 Papua bertemu presiden RI, B. J. Habibie dan berpuncak pada Mubes dan Kongres Papua II pada tahun 2000 adalah upaya rakyat bangsa Papua untuk merdeka penuh. Terhadap semua upaya itu, RI menanggapi dengan memaksa menerapkan UU Otsus Papua, alias tuntut lain, dijawab lain.
Negara Indonesia mempertaruhkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk mempertahankan Tanah Papua di dalam bingkai NKRI. Walaupun UU Otsus Papua ditolak oleh rakyat bangsa Papua melalui berbagai forum diskusi seminar dan berbagai bentuk demonstrasi, namun Negara Indonesia mengabaikan semua bentuk aksi penolakan UU Otsus Papua.
Kini implementasi UU Otsus Papua telah memasuki tahun ke - 12. Walaupun RI menerapkan UU Otsus Papua untuk meredam aspirasi Politik Papua merdeka, namun tujuan itu telah gagal total. Walaupun RI menerapkan UU Otsus Papua untuk mengambil hati orang asli Papua untuk tetap berada dalam NKRI, namun Otsus Papua tidak mampu meng-indonesia-kan rakyat bangsa Papua menjadi warga dan bangsa Indonesia. Walaupun Negara Indonesia memandang UU Otsus Papua sebagai solusi final untuk menyelesaikan masalah-masalah Papua, namun pandangan RI tidak dapat dipertahankan; terbukti bahwa 12 tahun era UU Otsus Papua tidak mampu menyelesaikan semua masalah di Tanah Papua. Justru kehadiran UU Otsus Papua menjadi salah satu masalah besar. Singkatnya UU Otsus Papua telah gagal dalam implementasinya, maka itu UU Otsus Papua bukanlah solusi final.
Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt Socratez Yoman, S.Th. M.A (Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Sinode Babtis di Tanah Papua) menampilkan kegagalan UU Otsus Papua dan menawarkan langkah-langkah penyelesaian masalah-masalah Papua. Silahkan Anda kunjungi www. suarapapua.com/2013/06/otsus-plus-bukan-solusi-otsus-telah-gagal-total/.
Mengapa belakangan ini dengan begitu cepat RI mendorong rekonstruksi UU Otsus Papua?
Pertama, karena UU Otsus Papua telah gagal. Mengingat Otsus Papua
sudah gagal, maka pada tahun 2011 SBY mendorong program Unit Percepatan Pembangunan
Papua dan Papua Barat (UP4B), tetapi program ini pun sudah gagal. Karena itu,
negara-negara pendukung UU Otsus Papua mempertanyakan kemauan dan keseriusan
Jakarta untuk menyelesaikan masalah-masalah Papua. Negara-negara pendukung UU
Otsus Papua meminta kepada Negara Indonesia untuk mengadakan dialog damai
antara Jakarta dan Papua untuk membahas tuntas masalah-masalah Papua dan
menemukan solusi bermartabat. Salah satu negara adi daya yang meminta RI dialog
dengan Papua adalah Amerika Serikat.
Kedua, karena isu Papua merdeka di luar negeri meningkat dari sisi kwalitas. Peluncuran Kantor OPM di Oxport Inggris dan Rencana Papua diterima menjadi anggota resmi MSG telah memberi warning bagi Negara Indonesia. Negara Indonesia sulit membendung kampaye dan lobi Papua Merdeka yang semakin meningkat di negara-negara dunia.
Dua hal di atas ini melatar-belakangi ide rekonstruksi UU Otsus Papua yang dipaksakan dan didorong oleh Negara Indonesia. Berikut ini tujuan rekonstruksi UU Otsus Papua yang sedang dirubah menjadi UU Pemerintahan Papua yang disebut UU Otsus Plus: "Tujuan sebenarnya adalah memberi penegasan lagi, Papua adalah khusus, istimewa, asimetris, dalam pemerintahan Indonesia. Selain UU ini juga memberikan penegasan, harus identitas, jati diri orang Papua harus dihormati. Ketiga, UU Pemerintahan Papua merupakan langkah yang bersifat percepatan pembangunan. UU ini juga memberikan makna yang bersifat rekonsiliatif untuk membangun sebuah kehidupan sosial Politik yang lebih damai dan berkelanjutan". Demikian kata Felix Wanggai, staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah kepada wartawan di Jayapura, Kamis (30 Mei 2013, (sumber: tabloidjubi.com/2013/05/30/felix-wanggai-uu-pemerintahan-papua-harapan-kepala-negara/).
Tujuan yang dikemukan Felix itu indah diucapkan dibibir, tetapi sangat sulit untuk mewujudkannya. Mari kita menyimak dan mengkritisi tujuan UU Otsus Plus (UU Pemerintahan Papua) yang disampaikan oleh staf khusus presiden RI :
1). Kekhususan dan keistimewaan serta asimetris model apa yang
hendak diterapkan di Tanah Papua? Tidak ada kekhususan kebijakan yang dapat
memajukan rakyat bangsa Papua. Kekhususan dan keistimewaan yang mau diwujudkan
adalah kekhususan dan keistimewaan dalam mempertahankan Papua dalam bingkai
NKRI melalui operasi militer dan sipil baik secara terbuka dan tertutup. Tidak
ada yang luar biasa dalam UU Otsus atau UU Otsus Plus; yang luar biasa adalah
berbagai manufer RI dalam rangka pertahankan Papua dalam bingkai NKRI. UU Otsus
Plus adalah bagian dari aneksasi lanjutan Papua dalam NKRI. Dengan demikian
dapat memperpanjang penjajahan RI di Tanah Papua.
2). Model penghormatan terhadap jati diri orang Papua seperti apa yang mau dikemas dalam UU Pemerintahan Papua? Apa pun paket Undang-Undang atau pun peraturan RI, tidak akan pernah melindungi dan menghormati jati diri orang Papua. Hukum tertulis dalam bentuk apa pun, jika hukum itu tidak dipatuhi dan dilakukan oleh pembuat Undang-undang dan rakyat, maka model hukum apa pun tidak ada manfaat nya. Sama halnya dengan UU nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua, yang di dalam UU itu telah mengatur tentang penghomatan dan pengakuan jati diri, serta pengakuan martabat orang asli Papua, namun dalam implementasinya selama 12 tahun era Otsus Papua, RI telah gagal melindungi dan menghormati jati diri dan martabat orang asli Papua. Pelecehan, penghinaan, teror, pemerkosaan, penangkapan dan pemenjaraan sewenang-sewenang, perampasan tanah dan kekayaan alam Papua dengan sewenang-wenang, pembunuhan rakyat bangsa Papua secara langsung dan terselubung masih terus dilakukan oleh Negara Indonesia melalui sistem-sistemnya. Bahkan akhir akhir ini intensitas kejahatan kemanusiaan negara Indonesia kepada orang asli Papua semakin meningkat di Tanah Papua.
3) Model pembangunaan apa yang hendak dikemas dalam paket Otsus Plus itu atau UU Pemerintahan Papua? "Model pembangunan di tanah Papua adalah pembangunan bias pendatang", demikian kata DR Benny Giay. Ada beberapa model pembangunan di Tanah Papua yaitu pembangunan memarginalkan orang asli Papua, pembangunan diskriminatif, pembangunan perampasan tanah air serta kekayaan alam; dan pembangunan dalam rangka membunuh orang asli Papua secara langsung dan terselubung. Karena itu, UU Pemerintahan Papua yang sedang dikemas dan akan diterapkan di Tanah Papua itu dalam rangka mempercepat pemusnahan etnis Papua; bukan mempercepat pembangunan yang membebaskan, bukan juga untuk membahagiakan serta bukan pula untuk mendatangkan kedamaian; tetapi sebaliknya.
4). Model rekonsiliasi apa yang mau diwujudkan dalam Paket Politik Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua? Rekonsiliasi dalam kerangka pembangunan kesejahteraan dalam bingkai NKRI, tidak akan pernah terwujud. Karena perjuangan bangsa Papua bukan berjuang untuk meningkatkan taraf kesejahteraan (bukan berjuang untuk makan minum), tetapi perjuangan bangsa Papua (yang telah memakan jutaan korban jiwa) adalah untuk mengambil kembali hak kesulungan bangsa Papua yang telah dianeksasi ke dalam NKRI, artinya berjuang untuk merdeka penuh dari penjajahan Negara Indonesia. Maka itu rekonsiliasi tidak akan pernah terjadi dengan adanya penerapan UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua. Selama Negara Indonesia belum mengakui dan mengembalikan hak kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua yang telah dianeksasi ke dalam NKRI, maka selama itu pula rekonsiliasi antara bangsa Papua dan RI dalam bingkai NKRI tidak akan pernah terwujud.
Tujuan terselubung NKRI untuk rekonstruksi UU Otsus Papua menjadi UU Pemerintahan Papua (UU Otsus Plus) antara lain: 1). RI membangun kepercayaan masyarakat Internasional, setelah RI gagal implementasi UU Otsus Papua dan UP4B; 2). Membendung tekanan masyarakat Internasional terkait masalah masalah Papua; 3). Mengambil hati orang Papua untuk tetap berada dalam bingkai NKRI; 4). Mengulur atau menunda waktu untuk penyelesaian masalah-masalah Papua; 5). Memperpanjang penjajahan RI di Tanah air Papua; 6). Memecah belah solidaritas dan persatuan rakyat bangsa Papua; 7). Mempercepat pemusnahan etnis Papua, menguasai tanah air dan menjarah kekayaan alam Papua.
Terkait rencana rekonstruksi UU Otsus Papua itu menuai berbagai tanggapan. Banyak pihak mempertanyaan ide rekonstruksi yang datang dari pemerintah Indonesia. Seperti dikatakan ketua Komisi A DPRP bahwa Otsus Plus mestinya lahir dari rakyat, (www.majalahselangkah.com/content/ruben-magai-otsus-plus-mestinya-lahir-dari-rakyat).
Sesuai amanat UU Otsus Papua menegaskan bahwa ide rekonstruksi UU Otsus Papua harus diusulkan oleh rakyat Papua setelah mengevaluasi implementasi UU Otsus Papua. Ide rekonstruksi itu disampaikan oleh rakyat melalui Majelis Rakyat Papua (MRP).
Dengan adanya berbagai tanggapan ini, maka Pemerintah Indonesia sadar akan pentingnya evaluasi UU Otsus Papua. Pemerintah Pusat bekerja sama dengan eksekutif dan legislatif di Tanah Papua sedang mendorong MRP dan MRPB untuk memfasilitasi masyarakat Papua mengevaluasikan implementasi UU Otsus Papua.
MRP telah membentuk Tim Evaluasi Otsus Papua. Menurut ketua Tim Evaluasi, Yakobus Dumapa, S. IP katakan bahwa dalam waktu dekat ini MRP akan menggelar sebuah pertemuan untuk mengevaluasi implementasi UU Otsus Papua. Dalam evaluasi itu akan mengundang masyarakat Papua dari propinsi Papua dan Papua Barat, serta anggota MRP dan MRPB. Tim kerja ini didampingi oleh sejumlah staf Ahli atau Akademisi. Dumapa katakan bahwa para tokoh adat Papua yang benar-benar bersuara untuk rakyat akan diundang, bukan lembaga adat gadungan. (Sumber: www.majalahselangkah.com/content/mrp-akan-fasilitasi-rakyat-papua-evaluasi-otsus).
Masyarakat Adat Papua telah dua kali menolak dan mengembalikan UU Otsus Papua dalam kemasan Peti Mayat Otsus Papua, yaitu pada tanggal 12 Agustus 2005 dibawah komando DAP dan pada tanggal 16 Juni 2010 dibawah komando MRP dan pimpinan semua komponen bangsa Papua. Apakah tokoh Masyarakat Adat Papua dan tokoh komponen Papua yang lain akan datang menghadiri evaluasi UU Otsus Papua untuk memberi legitimasi draf UU Pemerintahan Papua yang sedang disiapkan Jakarta? Ataukah tidak akan datang memenuhi undangan MRP karena rakyat bangsa Papua sudah berkali-kali menolak dan Otsus Papua dua kali telah dikembalikan ke Jakarta? Pilihan kembali kepada tokoh-tokoh Papua.
Evaluasi UU Otsus Papua ini muncul setelah Pemerintah Indonesia mendorong rekonstruksi UU Otsus Papua ke dalam UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua, maka tentu tujuan dari Evaluasi UU Otsus Papua adalah melegitimasi draf Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua yang telah dan sedang disiapkan oleh Pemerintah RI. Dengan demikian sudah jelas bahwa motif dari Evaluasi UU Otsus Papua itu adalah untuk mensukseskan proyek Pemerintah Indonesia.
Mengapa MRP dipercayakan untuk fasilitasi masyarakat Papua agar dapat menggelar evaluasi UU Otsus Papua? Ada beberapa alasan: pertama, MRP dianggap oleh RI sebagai lembaga kultural yang dapat mengundang orang Papua untuk menghadiri evaluasi Otsus; kedua, dengan kehadiran mereka meningkatkan legitimasi dan kepercayaan orang Papua terhadap MRP; ketiga, MRP adalah lembaga kultural yang dibentuk oleh Negara Indonesia, maka dengan mempercayai MRP, maka secara tidak langsung mempercayai Negara Indonesia yang selama ini menjajah orang asli Papua; keempat, Dengan adanya keterlibatan masyarakat Papua dalam Evaluasi Otsus Papua, maka dapat melegitimasi dan mempertahankan penjajahan Negara Indonesia di Tanah Papua.
Rekomendasi yang mungkin akan dikeluarkan dalam evaluasi UU Otsus Papua antara lain: rekomendasi pertama kemungkinan besar akan dikeluarkan adalah mempertahankan UU Otsus Papua; dan kedua adalah rekonstruksi UU Otsus menjadi UU Otsus Plus atau UU Pemerintah Papua sesuai dengan kemauan Jakarta.
Prediksi rekomendasi evaluasi Otsus Papua yang saya kemukan ini, setelah saya membandingkan kepemimpinan MRP periode pertama dan periode kedua saat ini. Kepemimpinan MRP saat ini, baik MRP di Jayapura dan MRPB di Manokwari tidak tegas seperti kepemimpinan MRP periode sebelumnya. Ketegasan ketua MRP sebelumnya, alm Drs Agus Alue Alua sudah terbukti memfasilitasi Mubes MRP bersama orang asli Papua pada bulan Juni 2010 dan mengeluarkan 11 rekomendasi yang tegas dan keras. MRP saat ini, saya menilai tidak akan berani mengeluarkan rekomendasi yang keras dan tegas. Apa lagi saat ini MRP di Tanah Papua sudah pecah menjadi dua, yakni MRP Propinsi Papua dan MRPB Propinsi Papua Barat.
Percaya atau tidak percaya, jika ada pemekaran propinsi di Tanah Papua, maka MRP baru akan dibentuk lagi di propinsi baru itu. Dan tentu dalam draf UU Otsus Plus atau UU Pemerintah Papua akan mengatur tentang adanya pembentukan MRP disetiap propinsi pemekaran di Tanah Papua. Pemerintah pusat berencana memekarkan tujuh propinsi di Tanah Papua. Terkait itu, ketua DPRP John Ibo pernah mengusulkan tujuh pemekaran propinsi di tanah Papua, mengikuti pembagian wilayah berdasarkan tujuh karakteristik suku, yang pernah dibagi oleh Belanda.
Keadaan Papua akan lebih buruk dari sekarang, jika rencana tujuh pemekaran propinsi itu benar-benar diwujudkan di Tanah Papua. Arus masyarakat migran dari luar Papua juga akan semakin meningkat. Pusat-pusat ekonomi semakin dikuasai oleh masyarakat migran sambil menguasai tanah. Pemekaran Propinsi dan Kabupaten serta distrik membuka jalan untuk mempercepat pemekaran Kodam, Kodim, Korem, Batalion, Polda, Polres, Polsek dan Pos-pos TNI/Polisi. Dengan demikian ruang gerak orang Papua akan semakin sempit, karena pengawasan akan lebih ketat. Operasi militer dan operasi sipil sangat mudah diterapkan karena aparat telah menguasai medan dan karakter budaya setempat. Dampaknya Orang asli Papua akan semakin minoritas, makin meningkatnya marginalisasi dan diskriminasi, serta mempercepat proses kepunahan etnis Papua.
Papua terjebak dengan berbagai politik jerat maut yang dikemas rapi dan diterapkan di tanah Papua, seperti paket politik Otsus dan pemekaran distrik, kabupaten/kota serta pemekaran Propinsi. UU Otsus Papua yang sedang diubah menjadi UU Otsus Plus dan pemekaran Propinsi/kabupaten/distrik adalah jalan untuk mempercepat pemusnahan etnis Papua.
Sadar atau tidak, ada orang Papua tertentu juga mendukung RI untuk mempercepat pemusnahan etnis Papua. Berikut ini kategori orang Papua yang menjadi pendukung setia proyek RI untuk pemusnahan etnis Papua antara lain: Pertama, mereka yang mendukung dan memperjuangkan pemekaran Kabupaten/Kota/distrik dan Propinsi; Kedua, mereka yang mempertahankan UU Otsus dan kini sedang mendukung dan mendorong rekonstruksi UU Otsus Papua menjadi UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua; Ketiga, mereka yang menjadi agen atau mata-mata Indonesia yang disebut BIN; Keempat, mereka yang telah bergabung ke dalam organisasi semi militer atau sipil, seperti Barisan Merah Putih; Kelima, Mereka yang dengan setia bekerja bagi eksistensi dan kejajaan NKRI di Tanah Papua.
Sekarang silahkan memilih dua opsi ini: Pertama, apakah menjadi aktor untuk selamatkan bangsa Papua dari marginalisasi, diskriminasi, minoritas dan pemusnahan etnis Papua?
Kedua, ataukah menjadi pendukung setia bekerja sama dengan
Republik Indonesia untuk memarginalisasikan, mendiskriminasi, minoritasi orang
Papua dan mempercepat proses pemusnahan etnis Papua? Silahkan Anda memilih
salah satu opsi, karena masing-masing akan menuai apa yang sudah ditabur di
kebun kehidupan Anda.
Selpius Bobii adalah Ketua Umum Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat, Juga sebagai Tawanan Politik Papua Merdeka.
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."