Entah sudah berapa kali kita berpapasan dengan frase ini sewaktu membaca Alkitab, namun bila dipikir sejenak, frase ini terasa sangat ironis sekali. Bukankah Yesus itu Anak Allah? Bukankah Dia ilahi? Bukankah Dia Pencipta alam semesta? Lalu kenapa Dia sampai memerlukan sesuatu? Tidakkah itu memperlihatkan bahwa Dia kekurangan? Markus tidak mau membawa kita masuk ke dalam perdebatan teologis yang sulit. Yang Ia mau lakukan adalah mendemonstrasikan arti kebesaran yang sesungguhnya dan cara untuk menjadi besar.
Untuk menjadi besar dan terkemuka orang tidak harus menjadi senantiasa penuh-tak-berkekurangan. Ada waktunya di mana orang harus menjadi kekurangan dan membutuhkan bantuan dan pemberian orang lain. Orang-orang besar tidak merasa malu untuk mengungkapkan bahwa dirinya kekurangan sesuatu dan memerlukan sesuatu dari orang lain. Kekurangan dan kebutuhannya bukan sebuah kondisi yang harus diratapi tetapi justru harus dirayakan karena di situlah saat dan tempat bagi orang lain untuk menjadi besar dan terkemuka dengan cara melayani kebutuhan dan kekurangannya. Dua murid Yesus dan pemilik keledai muda itu mendapat kesempatan untuk menjadi besar dengan melayani Yesus permintaan dan keperluan Yesus.
Selanjutnya, kebesaran yang sesungguhnya tidak ditentukan oleh kekuasaan yang orang miliki tetapi dari bagaimana orang memperlakukan sesamanya. Yesus menjungkir-balikkan arti kebesaran ketika Ia masuk Kota Yerusalem dengan seekor keledai. Para pahlawan biasanya masuk kota dengan kuda perangnya atau kereta yang dihiasi dengan gagah sambil dikelilingi oleh para prajurit yang gagah perkasa. Itulah yang diperbuat oleh Alexander Agung 300 tahun sebelumnya ketika masuk Kota Yerusalem atau 100-an tahun sebelumnya oleh Jenderal Pompei. Meski bukan pejabat kekaisaran dan bukan pula pejabat kerajaan namun masuknya Yesus ke Yerusalem disambut bak raja dan pahlawan besar. Yesus mencapai kebesaran ini bukan karena Ia telah menaklukkan kerajaan demi kerajaan dengan pedang dan kekuatan tentara tetapi karena apa yang dilakukan-Nya untuk manusia.
Apa arti kebesaran hidup yang Anda yakini selama ini? Apakah di dalamnya ada ruang untuk tampil kurang dan miskin di hadapan sesama? Bagaimana cara Anda menjadi orang yang terpandang? Apakah dengan cara memiliki sederet gelar, atau suatu jabatan, atau suatu wewenang tertentu? —Pdt. Markus Dominggus Lere Dawa.
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."