Oleh : Socratez
Sofyan Yoman
Wilayah Indonesia
dengan mempersoalkan PEPERA 1969. Penduduk asli Papua sebagai saksi dan korban sejarah terus menyatakan bahwa
PEPERA 1969 dilaksanakan dibawah tekanan militer Indonesia. Rakyat Papua selalu
dan terus-menerus menyatakan bahwa masa depan dan hak politik rakyat Papua
benar-benar dihancurkan oleh militer Indonesia.
Simson Barias (alm.), pernah berkata kepada saya, “PEPERA
pada tahun 1969 itu dimenangkan oleh Tentara Indonesia. Mereka adalah
orang-orang yang kejam dan jahat.”
Pelaku sejarah PEPERA 1969, Gemenagi Wenda (alm.) pernah berkata kepada
saya, “ PEPERA 1969 itu suatu penipuan orang-orang Indonesia dan tentara
Indonesia jaga kami seperti orang-orang jahat.
Kami disuruh bicara merdeka-merdeka.”
Sementara sahabat karib ayah kandung saya, Tawarakonuwa Wanimbo (alm.)
pernah bertutur kepada saya, “ waktu PEPERA 1969 itu banyak tentara Indonesia
yang menjaga kami. Kami takut dibunuh karena mereka pegang senjata. Mereka
bilang kepada kami, sekarang kamu tinggal dengan Indonesia dan nanti setelah
anak-anak kamu sekolah dan mengerti, mereka akan berjuang untuk Papua merdeka.”
Setelah saya mendengar kesaksian ini dan melihat kenyataan
hidup penduduk asli Papua yang tidak normal selama ini, saya berusaha mencari
tahu apa sesungguhnya PEPERA 1969. Saya sendiri mencari dokumen-dokumen PEPERA
1969 di PBB dan membangun komunikasi dengan teman saya, akademisi Inggris, Dr. John Saltford, saya bertemu dia di
London, dan juga Sejarawan Belanda, Dr.
Hans Meijer. Mereka berdua mengirim hasil penelitian mereka kepada saya. Dari hasil yang saya selidiki dan pelajari
bahwa semua yang dikatakan pelaku
sejarah kepada saya memang benar. Bahwa
PEPERA 1969 itu dimenangkan oleh Tentara Indonesia. Saya sendiri belajar dokumen-dokumen PEPERA
1969 yang ada di PBB, Annex I yang dilaporkan perwakilan PBB, Dr. Fernando
Ortiz Sanz, diplomat dari Bolivia, dan Annex II yang dilaporkan Pemerintah
Indonesia tentang PEPERA 1969 yang penuh kebohongan Pemerintah Indonesia. Karena itu saya katakan PEPERA 1969 palsu, cacat hukum, dan penuh dengan rekayasa
militer Indonesia. Bukti-bukti keterlibatan
militer sulit dibantah dengan alasan apapun.
“Surat Telegram Resmi Kol. Inf. Soepomo, Komando Daerah
Militer XVII Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967,
berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No.: TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967,
perihal: menghadapi referendum di IRBA tahun 1969: “ Mempergiatkan segala aktivitas di
masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil
yang organik maupun yang B/P-kan baik
dari Angkatan darat maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman.
Referendum di IRBA tahun 1969 harus dimenangkan, harus dimenangkan. Bahan-bahan
strategis vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita
dengan mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk
dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG
OPSADAR”. “Pada 14 Juli 1969, PEPERA
dimulai dengan 175 anggota dewan musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu
kelompok besar tentara Indonesia hadir…” (Sumber: Laporan resmi PBB: Annex 1,
paragraph 189-200).
Adapun Surat Rahasia dari Komando Militer Wilayah XVII
Tjenderawasih, Kolonel Infantri Soemarto-NRP.16716, kepada Kamando Militer
Resort-172 Merauke tanggal 8 Mei 1969, Nomor: R-24/1969, Status Surat Rahasia,
Perihal: Pengamanan PEPERA di Merauke. Intin isi surat rahasia adalah sebagai
berikut: “Kami harus yakin untuk
kemenangan mutlak referendum ini, melaksanakan dengan dua metode biasa dan
tidak biasa. Oleh karena itu, saya percaya sebagai ketua Dewan Musyawarah Daerah
dan MUSPIDA akan menyatukan pemahaman dengan tujuan kita untuk mengabungkan
Papua dengan Republik Indonesia” (Sumber:
Dutch National Newspaper: NRC Handelsbald, March 4, 2000).
Kita semua, penduduk asli Papua sebagai pemilik dan ahli
waris Tanah ini, pemerintah Indonesia sebagai tamu yang menduduki dan menjajah
Papua sebagai neo-kolonial, perlu memahami
pertanyaan saya, “Kalau status
Papua dalam Indonesia sudah final, mengapa harus ada UU No. 21 Tahun
2001 sebagai solusi politik yang final? Dan sekarang mencul lagi pertanyaan
baru, yaitu: Kalau PEPERA 1969 adalah final dan Otonomi Khusus sudah dinyatakan
berhasil mengapa harus ada Program Senter Klas, Unit Percepatan Pembangunan
Papua dan Papua Barat (UP4B)? Yang lebih
menarik perhatian saya adalah mengapa pelaksana Program UP4B semuanya
dilibatkan para Jenderal Purnawirawan?
Apakah ini PEPERA 1969 jilid ke-III?
Saya adalah salah satu pemimpin Gereja yang pernah membantu
menterjemahkan Otonomi Khusus kepada warga Gereja dan juga penduduk asli
Papua. Pada saat sosialisasi Otonomi
Khusus di Wamena, saya dicaci-maki oleh warga Gereja. Saya dituduh menerima
uang dari Pemerintah dan juga saya hampir dilempari batu oleh anggota Jemaat
yang menolak Otsus dan pendukung Papua Merdeka.
Saya juga yang mendampingi rombongan utusan Negara-Negara Uni Eropa yang
datang berkunjung ke Wamena dan selanjutnya kami ke Piramid. Saya dituduh oleh
intelejen Indonesia bahwa saya menghalang-halangi pekerjaan intelejen dan
disiarkan melalui RRI dari Jakarta dan nama saya disebut-sebut.
Dalam perjalanan dari Piramid ke Wamena kota, saya berbicara
kepada mereka bahwa “rakyat Papua hampir 100% mau merdeka. Dan mereka menjawab:
“ dalam Otsus itu ada perhatian dan perbaikan dalam bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi, keberpihakan, perlindungan bagi penduduk asli Papua. Kami
harap pak Socratez sampaikan kepada rakyat Papua supaya menerima Otonomi
Khusus.” Saya berangkat ke Mulia, Puncak
Jaya, saya sosialisasi Otonomi Khusus dengan bahasa Tanah, bahasa adat, bahasa
mereka. Rakyat mendengar, mengerti dan menerima saya, walaupun hati mereka
sangat menolak Otonomi Khusus. Mengapa rakyat mendengar dan menerima saya?
Karena mereka “trust” apa yang saya sampaikan. Tapi, sayang, Otsus gagal
dan dalam Otsus, rakyat Papua sangat menderita dan masa depan penduduk asli Papua sangat memprihatinkan.
Sekarang Pemerintah Indonesia datang dengan Program baru,
Unit Percepatan Pembanguan Papua dan Papua Barat (UP4B). Program ini juga mendapat penolakan di
mana-mana. Jayapura di tolak.Manokwari ditolak. Sorong pada Selasa, 13 Februari
2012 ditolak tegas oleh anggota MRP, DPRP Papua Barat dan rakyat Papua
Barat. Anggota MRP dan DPR Papua Barat
meminta Pemerintah Indonesia segera menyelesaikan masalah Papua dengan dialog
Jakarta-Papua.
PEPERA 1969 dipaksakan dan dimenangkan oleh tentara
Indonesia. Otonomi Khusus 2001 dipaksakan walaupun rakyat Papua menolak tegas dengan menuntut
Papua Merdeka . Sekarang, UP4B dipaksakan untuk dilaksanakan di Papua, walaupun
rakyat Papua menolak dengan tegas dan menuntut dialog tanpa syarat antara
Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga. Yang aneh
adalah PEPERA 1969 dimenangkan oleh Tentara Indonesia. Otonomi Khusus juga
dengan tekanan dan pembunuhan terhadap penduduk Papua yang menolak Otonomi
Khusus, termasuk Theodorus Hiyo Eluay. UP4B dikepalai oleh seorang purnawirawan
berpangkat Jenderal dan para mantan Jenderal di Papua dilibatkan dalam Program
UP4B. Rakyat Papua mengatakan: “ PEPERA 1969 adalah palsu dan cacat hukum. Maka
muncul Otsus 2001 sebagai PEPERA 1969 jilid II dan UP4B merupakan PEPERA 1969
jilid III.
Apapun tawaran dan program Pemerintah Indonesia di atas
Tanah Papua, yakinlah bahwa tidak akan pernah berhasil. Karena, ada dua jurang
yang sulit terjembatani, yaitu ideologi Melayu, Indonesia dan ideologi
Melanesia, Papua. Ditambah lagi masalah hilangnya “trust” Papua
kepada Indonesia dan “kecurigaan” Indonesia yang berlebihan kepada orang-orang asli Papua selama
ini. Pemerintah Indonesia telah gagal
membangun rakyat Papua. Pemerintah Indonesia telah gagal memenangkan hati
rakyat Papua selama ini. Pemerintah Indonesia telah menjauhkan hati rakyat dari
Indonesia. Pemerintah Indonesia telah sukses mengintegrasikan ekonomi dengan
kekuatan politik dan keamanan tapi manusia Papua disingkirkan dan dibantai
seperti hewan. Sekarang, saatnya, penduduk asli Papua bangkit untuk membela
martabat dan kehormatannya dan sudah saatnya memimpin dirinya sendiri.
Para pembaca opini ini, Anda percaya atau tidak. Anda akui
atau tidak. Anda suka atau tidak suka. Anda senang atau tidak senang. Saya
TAHU, saya SADAR, saya MENGERTI, saya PERCAYA dengan IMAN, bahwa CEPAT atau
LAMBAT nubuatan ini akan terwujud, hanyalah persoalan waktu. “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban
orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi,dan marifat,
tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin
dirinya sendiri” (Pdt. Izaac Samuel Kijne, Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925).
Karena itu, solusi terbaik yang berprospek damai dan
manusiawi yang saya usulkan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Indonesia
ialah: Pertama, Pemerintah Indonesia dengan jiwa besar harus mengakui kegagalan
dan kesalahan terhadap penduduk asli Papua sejak 1 Mei 1963 sampai hari
ini dan harus mengakhiri pendudukan dan
penjajahan di atas Tanah Papua. Kedua, Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua
harus membuat perjanjian-perjanjian kerja sama dalam bidang : ekonomi,
keamanan, politik dan bagaimana nasib orang-orang Melayu, Indonesia yang sudah
lama berada di Papua dan termasuk penduduk Transmigrasi. Ketiga, semua dana Otonomi Khusus dan UP4B
dipergunakan untuk membangun rakyat Indonesia yang miskin dan terlantar di
Jakarta, Jawa, dan daerah lain di Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan yang bertugas di
Tanahnya orang Melanesia Papua ini diharapkan supaya mempelajari dan
merenungkan nubuatan ini. “Di Tanah ini,
kita bekerja di antara satu bangsa (Papua) yang kita tidak tahu apa maksud
TUHAN buat bangsa ini. Di Tanah ini, kita boleh pegang kemudi tetapi kita tidak
menentukan arah angin, arus, dan gelombang di laut serta tujuan yang hendak
kita capai di Tanah ini. Siapa yang bekerja dengan jujur, setia, dan
dengar-dengaran pada Firman Allah di Tanah ini, maka ia akan berjalan dari satu
pendapatan heran yang satu ke pendapatan heran yang lain” ( Pdt. Isaac Samuel
Kijne, Holandia Binnen, Numbay/Abepura, 26 Oktober 1956).
Akhirnya, saya mau ingatkan kepada Pemerintah dan aparat
keamanan Indonesia, jangan lupa sejarah ini.
Gereja dengan Injil adalah kekuatan Allah pernah menjamah dengan penuh kasih damai dan
memberkati Tanah dan orang asli Papua sejak 5 Februari 1855-2012, sudah
mencapai 157 tahun. Indonesia
menganeksasi Tanah Papua dan menjajah penduduk asli Papua sejak 1 Mei 1963,
melalui PEPERA 1969 dan Otonomi Khusus 2001 dan UP4B 2011. Indonesia hanya 47
tahun di Tanahnya orang Melanesia.
Wajah, watak, karakter yang ditampilkan Gereja selama hampir 157 tahun
terhadap penduduk Papua sangat bertolak belakang atau berlawanan dengan wajah,
watak, karakter yang ditunjukkan Pemerintah Indonesia hanya dalam kurun waktu
47 tahun. Pemerintah Indonesia harus
berhenti membangun Kerajaan Firaun yang jahat di Tanah Papua. Pemerintah
Indonesia harus berhenti memaksakan kehendaknya kepada rakyat Papua. Sekarang
sudah waktunya, Pemerintah Indonesia harus mendengar suara penduduk asli Papua
sebagai pemilik dan ahli waris Negeri ini. Shalom. Selamat membaca. Tuhan
memberkati kita.
=============================
Penulis: Socratez Sofyan Yoman, Ketua Umum Badan
Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua. Alamat Kantor: Jln. Jeruk Nipis Kotaraja,
Numbay (Jayapura), Papua. Dan Alamat
Rumah: Ita Wakhu Purom, Numbay (Jayapura), Papua.
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."