Pastor Neles Kebadaby Tebay |
Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Papua, Desember 2014,
menyampaikan pentingnya dialog dalam menyelesaikan berbagai macam
persoalan di ”Bumi Cenderawasih”.
Pernyataan tentang dialog Papua perlu ditindaklanjuti Presiden Jokowi
dalam kunjungan berikutnya. Sebab, tanpa ada tindak lanjut, Jokowi akan
disamakan dengan presiden-presiden sebelumnya yang mengobral janji
kepada rakyat Papua, tetapi kurang memenuhi janjinya.
Rakyat Papua tahu bahwa Presiden Jokowi, sesuai janjinya, akan
mengunjungi Papua minimal tiga kali setahun. Maka, pada kunjungan yang
pertama pada 2015, entah kapan pun waktunya, Jokowi diharapkan
menindaklanjuti pernyataannya dengan memberikan penjelasan tentang
dialog: Apa tujuan yang hendak dicapai? Apa agendanya? Bagaimana
formatnya? Apa mekanismenya? Siapa yang terlibat dalam dialog ini?
Penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan ini pada gilirannya akan
membangkitkan dan memperkokoh kepercayaan rakyat terhadap pribadi Jokowi
selaku Presiden dan terhadap Pemerintah Indonesia.
Dialog Papua yang diwacanakan banyak pihak dapat disebut sebagai
dialog damai. Kata sifat ’damai’ yang ditempatkan setelah kata benda
’dialog’ mengandung tiga pengertian. Pertama, kata ’damai’ mengingatkan
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui dialog Papua. Bahwa dialog Papua
diadakan untuk menciptakan perdamaian atau menjadikan Papua sebagai
Tanah Damai. Perdamaian, sebagai tujuan, menjadi suatu simpul yang
menarik, mengarahkan, dan mempersatukan semua pihak yang terlibat dalam
dialog. Sebagai tujuan, perdamaian berperan juga sebagai kriteria yang
menguji tiap sumbangan pemikiran atau inisiatif yang ditawarkan secara
individu dan kelompok. Karena itu, terhadap setiap inisiatif atau
program dapat diuji: apakah inisiatif atau program itu membantu atau
menghambat perwujudan Papua sebagai Tanah Damai?
Kedua, kata ’damai’ menunjuk pada suasana atau kondisi yang
dibutuhkan demi dialog Papua. Menyebutnya dialog damai karena
pelaksanaan dialog Papua menuntut adanya suasana yang kondusif. Proses
dialog akan terganggu dengan sendirinya apabila ada aksi kekerasan
seperti penembakan yang menewaskan masyarakat sipil atau aparat
keamanan.
Ketiga, kata ’damai’ mengisyaratkan agenda. Dialog Papua disebut
dialog damai karena agenda utama dalam dialog tersebut adalah
pembangunan perdamaian di Tanah Papua. Pertanyaan utama yang mendasari
dan mengarahkan dialog Papua adalah: bagaimana menciptakan dan
memelihara perdamaian di Tanah Papua? Atau bagaimana Papua dapat
dijadikan Tanah Damai? Oleh sebab itu, dalam dialog Papua dibahas
indikator-indikator dari Papua Tanah Damai, masalah-masalah yang
menghambat perdamaian, serta solusi-solusi yang realistis dan terukur.
Inklusif
Perwujudan Papua sebagai Tanah Damai bukanlah monopoli orang atau
kelompok tertentu. Oleh sebab itu, semua pemangku kepentingan perlu
dilibatkan dalam dialog damai. Para pemangku kepentingan mencakup tokoh
agama, tokoh adat, tokoh perempuan, pemuda, pemerintah daerah,
pemerintah pusat (kementerian dan lembaga), TNI, Polri, semua perusahaan
domestik dan multinasional yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA)
di ”Bumi Cenderawasih”, serta kelompok perlawanan yang terhimpun dalam
Organisasi Papua Merdeka (OPM) di hutan dan di luar negeri.
Mengingat keragaman para pemangku kepentingannya, dialog damai perlu
mengadopsi mekanisme yang inklusif. Dengan demikian, tiap kelompok
pemangku kepentingan diberikan ruang untuk berdiskusi secara internal,
serta merumuskan dan menyumbangkan pandangan kolektifnya tentang
pembangunan Papua menjadi Tanah Damai.
Dialog damai diselenggarakan pada semua level, mulai dari tingkat
kampung hingga tingkat yang lebih tinggi. Partisipasi aktif dalam dialog
damai akan melahirkan dalam diri pemangku kepentingan rasa memiliki
terhadap proses dan hasil dari dialog itu.
Sebagai tindak lanjut dari pernyataannya tentang dialog Papua,
Presiden dalam kunjungan nanti perlu bertemu para pemimpin masyarakat
yang mewakili komponen agama, adat, perempuan, pemuda, dan
paguyuban-paguyuban yang berasal dari luar Papua. Presiden mengajak dan
mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang indikator
Papua Tanah Damai, masalah-masalah yang menghambat perdamaian, ataupun
solusi-solusi yang diperlukan dalam rangka menciptakan Papua yang
damai-sejahtera.
Selain itu, Presiden Jokowi juga perlu bertemu secara terpisah dengan
para kepala daerah yang terdiri dari Gubernur Papua dan Papua Barat
serta semua bupati dan wali kota. Presiden Jokowi perlu menegaskan di
hadapan mereka bahwa diskusi tentang Papua Tanah Damai tidak ada kaitan
dengan gerakan separatisme di Papua. Oleh sebab itu, mereka tidak perlu
takut untuk menyatakan dukungannya terhadap Papua Tanah Damai dan dialog
Papua.
Dengan ini Presiden memperlihatkan keseriusannya atas pernyataannya
dan memberikan kepastian tentang dialog Papua. Rakyat Papua dan
pemerintah daerah juga akan melihat adanya kaitan antara keberlanjutan
dari kunjungan Presiden pada Desember 2014 dan kunjungan pertamanya pada
2015.
Neles Tebay
Dosen STFT Fajar Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua di Abepura