NEGERI GUDANG KORUPSI




 Suara Rakyat, Sabtu 20 Oktober 2012
Negeri Gudang Koruptor ?

    Di negeri ini, perang melawan korupsi, sebetul nya telah ditabuh sejak lama. Sejak Ackton berpandangan bahwa kekuasaan itu cenderung korup (power trend to corrupt), maka mulai saat itulah segenap warga dunia mengantisipasi nya. Seluruh warga bangsa sepakat, korupsi adalah musuh utama pembangunan yang harus dilawan habis-habisan. Tidak akan ada seorang pun diantara kita yang mendukung praktek-praktek korupsi dan sejenis nya. Bahkan beberapa kalangan, seringkali mengusulkan agar para pelaku korupsi dihukum seberat-berat nya, dan jika perlu sekalian di hukum mati saja.

      Korupsi akan berkurang jika lembaga penegakan hukum nya jalan dan memiliki kewibawaan. Di negeri ini, sebelum lahir nya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekira nya ada diantara warga bangsa yang terlibat dalam perkara korupsi, terdapat dua lembaga yang diberi amanah untuk melakukan penyelidikan, penyidikan hingga menghantarkan nya ke sidang pengadilan. Ke dua lembaga itu adalah Kejaksaan dan Kepolisian.   Lembaga penegakan hukum ini akan berjalan dengan baik, bila aparat penegak hukum nya betul-betul sosok yang amanah, cerdas, jujur dan bertanggungjawab atas tugas dan kewenangan yang diberikan nya.

      Sayang, dalam perjalanan nya, ternyata para Jaksa dan Polisi dnilai tidak mampu berkiprah secara optimal. Dalam beberapa kasus, malah ada juga Jaksa dan Polisi yang ikut terlibat dalam praktek-praktek korupsi. Apa yang dilakukan oleh Jaksa Urip dalam perkara Artalyta Suryani dan Jendral Polisi Susno Duaji dalam kasus dana pengamanan Pilkada Gubernur Jabar tahun 2008 lalu adalah sekian bukti atas keterlibatan aparat penegak hukum dalam korupsi. Inilah salah satu pertimbangan nya, mengapa Pemerintah memandang penting untuk melahirkan sebuah lembada ad hock, yang salah satu tugas utama nya adalah bersama-sama Kejaksaan dan Kepolisian meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi di tanah air.

      Secara teori, harmoni nya KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, tentu akan sangat gampang untuk dipetakan. Tapi, bila dikaitkan dengan kenyataan di lapangan, maka hal yang demikian indah itu, relatif sukar dilaksanakan. Apalagi jika ada salah satu Lembaga Penegak Hukum yang diduga tidak bersih, mengingat ada oknum-oknum di dalam nya ikut terlibat praktek-praktek korupsi. Fenomena dugaan korupsi kasus Simulasi SIM Kendaraan Bermotor Roda Empat dan Roda Dua, betul-betul cukup mengagetkan. Masalah nya menjadi semakin rumit, tatkala KPK menetapkan Jendral Bintang Dua Polisi Djoko Susilo sebagai salah satu tersangka nya. KPK pun lantas menggeledah Markas Kepolisian sekaligus membawa puluhan dus dokumen yang dianggap dapat memperlancar proses penyelidikan dan penyidikan. .

     KPK memerika Anggota DPR adalah suatu hal yang biasa. Kepolisian menggeledah Kantor Pengusaha, adalah hal yang tidak mencengangkan. Kejaksaan menyita dokumen atau barang bukti di Kementerian, juga hal yang lumrah. Cuma, kalau KPK menggeledah barang bukti di Mabes Polri, kemudian menyita dan membawa nya ke Gedung KPK, maka ini boleh dibilang sebagai hal yang luar biasa. Lebih lucu lagi, beberapa minggu setelah penggeledahan di lakukan, maka persis ketika bangsa kita sedang memperingati Hari Ulang Tahun TNI ke 67 tahun, puluhan anggota Kepolisian Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya terlihat mengunjungi KPK. Mereka datang ke KPK dengan gaya formal dan tidak memperlihatkan sikap persaudaraan sebagai sesama aparat penegak hukum.

       Akibat nya, terjadilah adu gengsi dan adu kehebatan. Masing-masing pihak menyodorkan argumentasi. Ke dua nya mengaku benar. Yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah tidak ada cara lain yang lebih santun dan tidak menghebohkan untuk ditempuh ? Apakah ada pertimbangan-pertimbangan tertentut, jika untuk "mengambil" seorang tersangka yang tengah bertugas di KPK, dilakukan dalam waktu dan momentum yang tepat ? Seorang aktivis anti korupsi, malah mempertanyakan kenapa harus sampai sebanyak itu, para polisi yang malam hingga pagi itu datang "mengepung" Gedung KPK ?

     Suasana semacam ini, sungguh tidak nyaman. Banyak pihak menunggu sikap tegas Presiden Sby selaku Kepala Negara guna menyampaikan solusi cerdas nya. Hal ini penting dicermati, karena kalau saja muncul kesan bahwa di negeri ini ada "Markas Koruptor" yang dihuni oleh aparat penegak hukum sendiri, dijamin halal soal korupsi tidak bakalan pernah tuntas. Apalagi jika rakyat disuguhi sikap ngotot nya Kepolisian untuk menangani kasus korupsi Simulator SIM itu sendiri. Yang jelas, rakyat pasti berkomentar : kok bisa ya....jeruk makan jeruk !

Salam,
Share:
spacer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."