1. Tentang Malaikat Pelindung
Di dalam Alkitab PL kita mengetahui bahwa para malaikat diutus Allah
untuk menjaga umat-Nya, seperti contohnya dalam kisah Lot (lih. Kej
28-29); bangsa Israel (lih. Kel 12-13); Nabi Musa (Kel 32:34). Dalam
kitab Mazmur 90:11, “sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya
kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.”
Dalam PB, Yesus mengajarkan, “Ingatlah, jangan
menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata
kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.”(Mat 18:11) Maka kita mengetahui bahwa Allah mengirimkan malaikat-Nya untuk menjaga manusia, bahkan anak-anak kecil. Malaikat ini yang tak terbatas oleh tubuh, menjaga manusia, namun pada saat yang sama mereka memandang Allah.
Hidup Yesus sendiri tak terlepas dari para malaikat-Nya, di saat kelahiran-Nya, saat Ia berpuasa di padang gurun, dan
saat ia berdoa di Taman Getsemani. Para rasulpun mengalami perlindungan
para malaikat, contohnya saat Rasul Petrus dibebaskan dari penjara
(lih. Kis 12:1-19). Maka Rasul Paulus mengajarkan, “Bukankah
mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani
mereka yang harus memperoleh keselamatan?” (Ibr 1:14) Dan ‘roh-roh yang melayani’ ini adalah para malaikat.
Maka Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 336 Sejak masa anak-anak (Bdk. Mat 18:10) sampai pada kematiannya (Bdk. Luk 16:22) malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan (Bdk. Mzm 34:8; 91:10-13) dan doa permohonan (Bdk. Ayb 33:23-24; Za 1:12; Tob 12:12). “Seorang malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya kepada kehidupan” (Basilius, Eun. 3, 1). Sejak di dunia ini, dalam iman, kehidupan Kristen mengambil bagian di dalam kebahagiaan persekutuan para malaikat dan manusia yang bersatu dalam Allah.
KGK 352 Gereja menghormati para malaikat yang mendampingi Gereja dalam ziarah duniawinya dan melindungi setiap manusia.
Dalam buku Fundamentals of Catholic Dogma, oleh Dr. Ludwig Ott (p.
120), dikatakan tentang peran para malaikat yang baik, yaitu: 1) Tugas
utama para malaikat yang baik ini adalah memuliakan dan melayani Tuhan;
2) Tugas sekunder dari para malaikat yang baik adalah melindungi manusia
dan memperhatikan keselamatannya; 3) Setiap umat beriman mempunyai malaikat pelindung yang khusus sejak Baptisan.
Maka besarlah peran para Malaikat Pelindung bagi keselamatan manusia. Namun demikian, Gereja tidak pernah mengeluarkan pengajaran definitif tentang adanya
Malaikat Pelindung yang khusus mendampingi setiap jiwa manusia, dengan
nama-nama tertentu, apalagi mengharuskan kita untuk berkomunikasi dengan
Malaikat Pelindung kita. Kecenderungan untuk ‘berkomunikasi’ dengan
malaikat pelindung ini malah harus diwaspadai, agar tidak malah menjadi
semacam tahayul.
Bahwa Malaikat Pelindung itu ada, ini memang diajarkan oleh para Bapa Gereja, seperti St. Basilius yang dikutip di KGK dan
juga St. Jerome, yang mengajarkan, “Betapa besarnya martabat jiwa
manusia, sebab setiap jiwa dari kelahirannya mempunyai satu Malaikat
yang ditugaskan untuk menjaganya.”
Maka, memang dalam tradisi Gereja memang terdapat doa mohon
perlindungan dari Malaikat pelindung karena mereka selalu ada dalam
hadirat Allah, dan intinya memohon agar mereka melindungi kita. Tetapi
yang mengabulkan doa itu hanya Allah saja, karena memang Allah sudah
menugaskan malaikat itu untuk menjaga kita, dan peran malaikat pelindung itu hanya mungkin karena kuasa Allah:
Angel of God, My Guardian Dear
to whom God’s love commits me here.
Ever this day be at my side
to light and guard and rule and guide. Amen
to whom God’s love commits me here.
Ever this day be at my side
to light and guard and rule and guide. Amen
Malaikat Tuhan, Pelindungku yang terkasih,
yang olehnya Kasih Tuhan bekerja padaku di sini
Selalu pada hari ini, tetaplah di sisiku
untuk menerangi, dan menjaga, dan memimpin dan membimbing. Amin
yang olehnya Kasih Tuhan bekerja padaku di sini
Selalu pada hari ini, tetaplah di sisiku
untuk menerangi, dan menjaga, dan memimpin dan membimbing. Amin
Jadi saya rasa, cukuplah bagi kita untuk mengetahui bahwa Tuhan
mengirimkan malaikat-Nya untuk menjaga kita. Selanjutnya di dalam doa
kita, komunikasi yang kita lakukan adalah antara kita dengan Tuhan. Maka
prinsipnya adalah, sama seperti kita boleh memohon agar para orang kudus mendoakan kita, kitapun boleh (bukan harus) memohon kepada malaikat pelindung untuk mendoakan kita; namun tidak lebih dari itu.
2. Tentang Eksorsisme (mengusir setan)
Menurut New Advent Encyclopedia, pengertian eksorsisme
adalah: 1) tindakan pengusiran setan-setan atau roh-roh jahat dari
orang-orang, tempat, atau benda-benda, yang diyakini kerasukan setan
atau menjadi korban atau alat-alat tipu muslihat mereka; 2) sebagai
cara-cara yang dilakukan untuk maksud ini, terutama pengusiran setan
secara resmi (solemn and authoritative) di dalam nama Tuhan.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang eksorsisme sebagai berikut:
KGK 1673 Kalau Gereja secara resmi dan otoritatif berdoa atas nama
Yesus Kristus, supaya seorang atau satu benda dilindungi terhadap
kekuatan musuh yang jahat dan dibebaskan dari kekuasaannya, orang lalu
berbicara tentang eksorsisme. Yesus telah melakukan doa-doa semacam itu
(Bdk. Mrk 1:25-26); Gereja menerima dari Dia kekuasaan dan tugas untuk melaksanakan eksorsisme (Bdk. Mrk 3:15; 6:7.13; 16:17). Dalam bentuk sederhana eksorsisme dilakukan dalam upacara Pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme besar hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dan hanya dengan persetujuan Uskup. Imam
itu harus melakukannya dengan bijaksana dan harus memegang teguh
peraturan-peraturan yang disusun Gereja. Eksorsisme itu digunakan untuk
mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat
otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya. Lain sekali
dengan penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis; untuk menangani
hal semacam itu adalah bidang kesehatan. Maka penting bahwa sebelum
seorang melakukan eksorsisme, ia harus mendapat kepastian bagi dirinya
bahwa yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran musuh yang
jahat, dan bukan suatu penyakit. (Bdk. CIC, can. 1172).
Kita mengetahui adanya dua macam eksorsisme, yaitu:
1) eksorsisme sederhana yang yang dilakukan terhadap katekumen oleh imam yang membaptis,
2) eksorsisme yang resmi/ besar (pada kasus orang-orang yang kesurupan/ terkena pengaruh roh jahat). Bentuk eksorsisme ini hanya dapat dilakukan oleh imam yang ditunjuk secara khusus oleh Uskup. Ia haruslah seorang yang kudus, dalam artian berakar kuat dalam doa, Sabda Allah, sakramen, puasa, matiraga, dan rendah hati dengan mengandalkan kekuatan Tuhan saja. Sebelum melakukan ritus eksorsisme, imam itu sendiri haruslah mengaku dosa di Sakramen Tobat, atau setidak-tidaknya mengucapkan doa “act of contrition” dan sedapat mungkin mempersembahkan Misa, dan memohon pertolongan Tuhan dengan doa-doa yang khusuk.
Selanjutnya doa ritus eksorsisme yang hanya dapat diucapkan oleh imam dengan kuasa Gereja, yang ditujukan pada orang yang positif dinyatakan kerasukan setan, dapat dilihat di link ini, silakan klik, atau ritus khusus yang memang masih dalam bahasa Latin, De exocismus et supplicationibus quibusdam, yang disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1998. Gereja memang menyarankan agar kita berhati-hati untuk menyatakan bahwa seseorang benar-benar kerasukan, sebab di banyak kasus, orang yang kelihatan ‘terganggu’ bukan disebabkan oleh kerasukan setan tetapi oleh hal-hal lain, seperti gangguan kejiwaan, penyakit, atau tekanan emosional, dst. Untuk ini memang diperlukan ‘discerment’ dari pihak mereka yang melayani di lapangan.
1) eksorsisme sederhana yang yang dilakukan terhadap katekumen oleh imam yang membaptis,
2) eksorsisme yang resmi/ besar (pada kasus orang-orang yang kesurupan/ terkena pengaruh roh jahat). Bentuk eksorsisme ini hanya dapat dilakukan oleh imam yang ditunjuk secara khusus oleh Uskup. Ia haruslah seorang yang kudus, dalam artian berakar kuat dalam doa, Sabda Allah, sakramen, puasa, matiraga, dan rendah hati dengan mengandalkan kekuatan Tuhan saja. Sebelum melakukan ritus eksorsisme, imam itu sendiri haruslah mengaku dosa di Sakramen Tobat, atau setidak-tidaknya mengucapkan doa “act of contrition” dan sedapat mungkin mempersembahkan Misa, dan memohon pertolongan Tuhan dengan doa-doa yang khusuk.
Selanjutnya doa ritus eksorsisme yang hanya dapat diucapkan oleh imam dengan kuasa Gereja, yang ditujukan pada orang yang positif dinyatakan kerasukan setan, dapat dilihat di link ini, silakan klik, atau ritus khusus yang memang masih dalam bahasa Latin, De exocismus et supplicationibus quibusdam, yang disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1998. Gereja memang menyarankan agar kita berhati-hati untuk menyatakan bahwa seseorang benar-benar kerasukan, sebab di banyak kasus, orang yang kelihatan ‘terganggu’ bukan disebabkan oleh kerasukan setan tetapi oleh hal-hal lain, seperti gangguan kejiwaan, penyakit, atau tekanan emosional, dst. Untuk ini memang diperlukan ‘discerment’ dari pihak mereka yang melayani di lapangan.
Maksud Gereja membatasi pelaku eksorsisme besar tersebut juga adalah
untuk kepentingan umat agar kuasa jahat tersebut tidak malah ‘memasu{i’/
mengganggu orang yang mengusirnya. Kita ketahui bahwa Yesus sendiri
juga tidak dengan sembarangan mengirim semua orang untuk mengusir setan
(yang diberi kuasa adalah para muid-Nya); inipun harus dipersiapkan
secara khusus, sebab dapat saja kasusnya cukup berat, yang hanya dapat
diatasi dengan doa puasa.
Dalam kehidupan sehari-hari, dapat saja kita mengetahui adanya
tempat-tempat, benda-benda atau orang-orang tertentu yang terkena
pengaruh kuasa jahat dalam batas-batas yang dizinkan Tuhan. Untuk
mengatasi hal ini maka para beriman dapat berdoa kepada Tuhan agar Ia
sendiri berbelas kasihan kepada kita dan
mengusir pengaruh jahat tersebut, atau jika memang kasusnya berat,
silakan menghubungi pihak keuskupan untuk memohon bantuan dari imam yang khusus ditugaskan untuk itu.
Jadi pada prinsipnya, dalam doa mengusir kuasa jahat ini, yang boleh
kita lakukan sebagai umat Katolik bukan dalam artian berkomunikasi/
menghardik iblis secara langsung, namun berupa doa permohonan kepada
Tuhan dan doa syafaat dari para Orang Kudus dan para malaikat Tuhan
untuk membantu kita mengusir setan, dan memohon kepada Yesus untuk
mengusir kuasa jahat itu bagi kita. (Sedangkan untuk benda lebih baik
dibakar/ dimusnahkan saja, sebagai tanda tiadanya keterikatan lagi
dengan benda itu). Prinsip-prinsip ini diberikan, justru untuk
kepentingan kita sendiri, berdasarkan akan iman dan kuasa Yesus yang
masih tetap nyata bekerja pada saat ini, juga di dalam Para Kudus-Nya.
Mereka (para kudus) di surga adalah mereka yang sudah jelas berhasil
mengalahkan kuasa setan dalam hidup mereka, sedangkan kita di dunia ini
masih dalam proses perjuangan mengalahkan kuasa jahat, karena kita masih
bisa jatuh di dalam dosa. Maka memohon doa kepada Yesus untuk mengusir
kuasa jahat, dan memohon agar para kudus mendoakan kita adalah bentuk
kerendahan hati, suatu sifat yang paling tidak disukai oleh Iblis.
Dengan kerendahan hati kita menolak dosa utama Iblis, yaitu kesombongan.
Dengan berlindung kepada Yesus dan
persekutuan para Orang Kudus-Nya, kita memperoleh bantuan dari seluruh
bala tentara surgawi untuk menolak kuasa jahat apapun dalam hidup ini.
Maka, tak mengherankan, salah satu doa yang paling berkuasa untuk
mengusir kuasa roh jahat adalah doa Rosario, karena Bunda Maria yang
telah berhasil mengalahkan kuasa jahat dengan kekudusan, kerendahan hati
dan ketaatannya kepada Tuhan sepanjang hidupnya. Jika diucapkan dengan
disposisi hati yang benar, doa ini, beserta dengan doa litani para
kudus, akan sangat besar kuasanya. Di samping doa, tentu yang sangat
besar kuasanya untuk menolak kuasa jahat adalah sakramen Tobat dan Ekaristi.
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."