“Jika hal ini benar, bahwa sebuah revolusi bisa saja keliru sekalipun dilandasi dengan sebuah teori yang paling sempurna—namun belum pernah ada seorangpun yang berhasil dalam sebuah revolusi tanpa teori revolusioner.”
–Amilcar Cabral (1924-1973) seorang tokoh, pemimpin perjuangan pembebasan Afrika dari Guinea-Bissau
Amilcar Cabral, Sekretaris Jenderal PAIGC dalam sebuah seminar “Lenin dan Pembebasan Nasional” yang diselenggarakan di Alma Ata, Kazakhstan, ibukota propinsi Republik Sosialis Uni Soviet, tahun 1970, memberi pernyataan penting: “Bagaimana kita, manusia yang dirampas segala-galanya, yang hidup dalam himpitan kesengsaraan, kemudian menyusun perlawanan dan berhasil memenangkannya? Jawabnya ialah: “ini karena keberadaan Lenin, karena dia telah memenuhi panggilan hidupnya sebagai seorang manusia, sebagai revolusioner dan pahlawan. Lenin pernah melakukan dan melanjutkannya, sebagai pemenang yang unggul dalam pembebasan umat manusia.”
Amilcar Cabral ditemukan tewas pada 20 Januari, 1973 di Conakry, Guinea, setelah dibunuh oleh Innocenta Canida, seorang pengkhianat begundal Kolonialis Portugis yang disusupkan ke dalam gerakan rakyat selama tiga tahun lamanya.
Kata-kata itu mencerminkan pemikiran revolusioner dan kerja nyata yang dijalani oleh seorang pahlawan selama hidupnya, oleh kaum revolusioner Afrika saat itu, dan menjadi semangat bagi proses lahirnya kemerdekaan dan kedaulatan negeri Guinea. Itulah kesadaran dari teori revolusi ilmiah, marxisme-leninisme, yang ia kenal dari hubungannya dengan Partai Komunis Portugis selama sekolah di Lisbon. Pemahaman ini dirangkai lewat kata-kata dan disampaikan oleh Komite Sentral Partai Komunis Afrika Selatan, “pemahaman yang mendalam dari proses revolusi Afrika dengan mengabdikan diri pada perlawanan yang sejati.”
Dengan menjauhkan diri dari dogma, Cabral senantiasa menitikkan landasan utama bagi setiap kaum revolusioner, yakni politik dan ideologi yang teguh:
“Jika hal ini benar, bahwa sebuah revolusi bisa saja keliru sekalipun dilandasi dengan sebuah teori yang paling sempurna—namun belum pernah ada seorangpun yang berhasil dalam sebuah revolusi tanpa teori revolusioner.”
Cabral adalah tokoh utama aksi. Lahir 12 September 1924, di Bafata yang kemudian menjadi bagian dari Guinea, jajahan Portugis di Afrika Barat. Dia menghabiskan masa mudanya di Bissau, ibukota negeri. Karena ia berasal dari keluarga yang berposisi mapan, dia dapat bersekolah dan kuliah di Universitas Lisbon, yang menghantarkannya menjadi insinyur pertanian yang berkualitas pada tahun 1951. Setelah kembali ke daerah asal selama dua tahun, Cabral mengabdikan diri dalam lembaga administrasi kolonial sebagai seorang ahli pertanian. Posisi ini yang melapangkan jalan baginya mengenal lebih dekat kemiskian dan penderitaan yang dialami rakyat dan bangsanya.
Kesempatan ini dijadikan untuk belajar tentang penderitaan orang miskin dan tentang kemiskinan, terutama di negerinya. Pengalaman yang membuatnya semakin bertekad untuk mencari jalan keluar dan berarti bahwa dia harus bekerja untuk membebaskan negerinya, dan menyatukan seluruh rakyat untuk membebaskan diri dari pembudakan yang dilakukan oleh penjajah. Ulahnya ini tentu saja memicu kemarahan pemerintah hingga membawanya ke dalam masalah besar dengan pemerintah jajahan tersebut. Cabral kemudian menyingkir sementara ke Angola.
Pada tahun 1956 dia membantu membentuk sebuah organisasi nasional penting yang sekarang menjadi kekuatan besar di Angola, yaitu MPLA (Gerakan Pembebasan Rakyat Angola). Dalam tahun yang sama dia juga menjadi salah satu pendiri dari Partai Afrika untuk Kemerdekaan Guinea-Bissau dan Kepulauan Cape Verder (PAIGC), kemudian memimpinnya sampai akhirnya ia dibunuh secara keji.
Di bawah kepemimpinanya, PAIGC mengarahkan pejuang-pejuang daerah untuk memenangkan kemerdekaan atas Guinea-Bissau dan Kepulauan Cape Verde, membentuk tentara rakyat dan memimpin pembebasan nasional untuk bertempur melawan penjajahan Portugis. Cabral mengerti dan paham bahwa musuhnya sangat kuat, oleh karena itu setiap tahap perlawanan selalu dipersiapkan dengan hati-hati, serta aksi yang terorganisir sangat rapi dan disiplin.
Kader-kader PAIGC diberi pendidikan politik sama seperti pelatihan bertempur dan selalu diajarkan bahwa “kita prajurit-prajurit yang tangguh, tetapi bukan tentara yang kejam.”
Cabral melihat bahwa tugas dari gerakan pembebasan nasional bukan semata membuat rakyat kulit hitam merebut dari kulit putih dan kemudian membalas dendam. Bukan pula hanya untuk mengibarkan bendera yang berbeda dan mendendangkan lagu kebangsaan baru, melainkan untuk melenyapkan segala macam bentuk penghisapan terhadap rakyat. “Yang paling utama ialah memusatkan perhatian pada watak-watak khas ekonomi di dunia yang sesungguhnya, menjadikannya sebagai pengalaman berharga hingga kemudian siap maju dalam perjuangan anti-imperialis, karena bentuk yang sebenarnya dari perjuangan pembebasan nasional ialah berjuang melawan penjajahan baru”.
Ia, Cabral, sangat berhati-hati dalam menjelaskan bahwa bentuk warna kulit manusia adalah sangat berbeda dengan bentuk penghisapan. Berulangkali ditekankan bahwa perlawanan melawan penjajahan Portugis bukanlah perlawanan terhadap manusia Portugis. Dia menjelaskan: “kita bertempur sampai tidak ada lagi caci maki di negeri kita selama-lamanya. Telah kita korbankan nyawa dan dihinakan selama bertahun-tahun, hingga tiba waktunya bangsa kita tidak pernah lagi dihisap oleh penjajah. Bukan hanya kebetulan oleh manusia berkulit putih saja, karena kita tidak ambil pusing dengan penghisapan dan para penghisap dengan berbagai macam warna kulit. Kita tidak menghendaki segala macam bentuk penghisapan di negeri kita, bahkan oleh bangsa kulit hitam sekalipun.”
Sejak awal tujuan utama gerakan yang dilakukan Cabral ialah selalu diarahkan untuk berjuang melawan penjajahan Portugis. Ia seorang internasionalis dan melihat perlawanan bangsanya adalah semata-mata bagian dari perjuangan melawan imperialisme di dunia yang “mencoba bergerak bersama-sama untuk memperluas kelas pekerja di seluruh negeri-negeri maju dan mengobarkan api gerakan pembebasan nasional pada semua negeri-negeri berkembang”.
Hukum sejarah yang oleh masyarakat sosialis, sudah tak terpisahkan dan menjadi bagian kekuatan atas penyatuan anti penjajahan di dunia, yaitu mewujudkan perdamaian, kemerdekaan dan keadilan sosial. Ini sudah jelas dipahami dan diakui oleh Cabral. Dalam sebuah pertemuan besar yang diselenggarakan di Dar-es-Salaam pada tahun 1965, Cabral menyatakan:
“Inilah tugas kita untuk berdiri di sini, berbicara dan jelas, bahwa kita harus membentuk persatuan dalam negeri-negeri sosialis… sejak revolusi sosialis dan pada waktu perang dunia kedua, telah merubah wajah dunia. Sebuah perkampungan sosialis sudah lahir di dunia. Hal ini telah merubah secara radikal keberimbangan kekuatan di dunia, dan perkampungan sosialis hari ini telah menunjukkan kesadaran sejati atas tugas-tugas kita, internasional dan bersejarah. Tapi tidak secara moral, sejak rakyat negeri-negeri sosialis tidak lagi dihisap oleh bangsa penjajah.”
Dia mempunyai perhimpunan yang sangat dekat dengan Uni Soviet yang dikunjunginya pada berbagai kesempatan dan memberikan sumbangan besar untuk memperkenalkan dan mempererat persahabatan dan kerjasama antara rakyat Guinea-Bissau dengan Uni Soviet, dan antara PAIGC dengan Partai Komunis Uni Soviet. Berpidato atas nama pimpinan utusan PAIGC dan hadir dalam rapat di Kremlin pada acara peringatan 50 tahun berdirinya Republik Sosialis Uni Soviet, Cabral berkata: “Keberadaan kami pada kesempatan ini, kami ingin menyatakan keinginan atas nama rakyat kami untuk menjadi saudara dekat dari rakyat Soviet. Partai Komunis Uni Soviet, serta Komite Pusat atas bantuan yang diberikan kepada kami hingga mampu membangkitkan pejuangan melawan penjajah Portugis, menentang bentuk peperangan dan pemusnahan atas bangsa-bangsa lain, untuk kemerdekaan, perdamaian dan kemajuan tanah air Afrika kami”.
Peluru-peluru pembunuh menghujam robohkan pemimpin hebat Afrika ini ketika sedang mempersiapkan diri menghadiri pertemuan perwakilan nasional di awal tahun untuk menetapkan undang-undang dan deklarasi kemerdekaan negara baru yang berdaulat, negara Guinea. tindakan licik dan pengecut ini didalangi oleh penjajah Portugis melalui rencana jahat dengan tujuan mengacaukan dan menciptakan gangguan terhadap PAIGC, dan menginginkan perpecahan antara gerakan pembebasan nasional Afrika Selatan.
Sejarah memberikan jawaban atas keyakinan Cabral, dan juga menunjukkan bahwa tiga serangkai iblis kolonialis yaitu Caetano, Smith dan Vorster tidak sanggup menghentikan dan membendung perlawanan maju dari sang pemberani, gerilyawan baja dan petarung-petarung kemerdekaan yang tangguh dari Guinea-Bissau, Angola, Mozambiq, Zimbabwe, Namibia, dan Afrika Selatan dalam perjuangan mulia untuk kebebasan seluruh Afrika Selatan dari penjajahan terhadap bangsa, ras, ekonomi, politik dan sosial. (S.P)