Ketika sakit, kita sangat berharap kepada dokter, seakan dokter adalah segalanya, “tuhan” atas kesembuhan kita. Obat adalah juru selamat bagi penyakit kita. Rumah sakit adalah “surga” bagi kesehatan kita. Kita terkadang abai satu hal, bahwa kita harus tetap merawat kemauan, semangat atau hasrat kita untuk sembuh. Inilah “imunitas” yang telah di-setup Tuhan untuk membantu tubuh kita agar bisa memulihkan diri.
Tubuh kita akan membuka diri untuk menerima setiap sinyal kesembuhan yang datang dari luar. Obat dan tindakan medis tentu bisa menyembuhkan kita, tetapi bukan segalanya. Tidak salah mengandalkan kepiawaian medis, tetapi salah jika kita tidak menggerakkan kemauan, semangat atau hasrat untuk sembuh dan sehat.
Mari kita merenungkan peristiwa yang terjadi beberapa abad yang silam di Kolam Betesda, dekat Pintu Gerbang Domba, Yerusalem. Kolam Betesda memiliki lima serambi, di setiap serambi itu berbaring orang-orang yang sakit: ada yang buta, timpang dan lumpuh. Mereka menantikan malaikat turun untuk mengguncangan air kolam itu. Dan, barangsiapa menjadi orang pertama yang masuk ke kolam sesudah guncangan air itu, ia menjadi sembuh, apa pun penyakitnya.
Yesus melihat seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun berbaring di serambi kolam—suatu penantian yang sangat lama. Namun penderita itu tidak pernah bisa mencapai kolam, penderita yang lain selalu mendahuluinya masuk ke dalam Kolam Betesda. Yesus menghampirinya dan bertanya, “Maukah engkau sembuh?”
Mengapa Yesus bertanya? Tuhan ingin menjajaki kemauan, semangat atau hasrat orang itu untuk sembuh. Yesus pun berkata kepadanya: “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah!” (ayat 8).
Peristiwa itu terjadi pada Hari Sabat. Tradisi Yahudi dan Taurat melarang siapa pun untuk berbuat apa pun pada hari Sabat. “Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu” (ayat 10). Namun kemauan orang itu untuk sembuh begitu besar, dan karena Yesus memintanya, ia pun mengangkat tilamnya dan berjalan! Sembuhlah orang itu dan berjalan pada hari Sabat.
Ketika sakit, sering kali suara-suara berbisik mengekang semangat kita, entah berupa kecemasan karena takut tidak sembuh, ataupun ucapan orang lain yang memiriskan hati. Itu semua adalah demotivasi yang meluruhkan hasrat untuk sembuh. Ada juga larangan “Sabat” yang menghantui dan justru menabukan kesembuhan, bahkan diagnosis medis terkadang juga melemahkan kita.
Dari Kolam Betesda, kita bisa merenungkan, ketika sakit, temukanlah sesuatu yang bisa tetap “menghidupkan” kemauan, semangat atau hasrat untuk sembuh. Rapatkan diri kita dengan Tuhan, niscaya Ia akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk sembuh. Tetaplah bersemangat, jangan kehilangan kemauan dan juga disiplin diri untuk sembuh. Kobarkan hati Anda, bahwa Aku memiliki kekuatan untuk sembuh! Akan aku angkat tilamku dan menjadi sembuh! —Agus Santosa
Posting Komentar
"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."