“Mencapai Solusi Perspektif Rakyat Papua”


OLEH; Kembi Kiryar

Pada tanggal 2 Maret 2013 diadakan peluncuran buku berjudul: Otonomi khusu telah gagal di Papua, oleh Bapak Pdt. Sokrates Sofyan Yoman. Peluncurannya diadakan di ruang Aula STT GKI-Abepura. Pada kesempatan ruang diskusi saya sempat bertanya Indonesia berikan otsus tetapi bagaimana kalau martabat orang asli Papua rendah dan miskin, tidak dibersayakan secara penuh. Maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mencapai solusi kesuksesan bukan menurut orang Indonesia tetapi menurut orang asli Papua?

Orang Papua selalu berada pada posisi kala, korban, salah dan tidak mampu kritis bilah terjadi pelanggaran, diskriminasi dan kekerasaaan di Papua karena sistem pemerintah kolonial, yang terus menindas rakyat. Masyarakat tidak mempunyai hak politik sedikitpun dalam negara Indonesia. Rakyat Papua selalu mengalami intimidasi, kekerasaan, pembunuhan, miskin dan terbelakang. Rakyat Papua menyuarakan hak-hak hidupnya demi mendirikan negara sebagai orang merdeka tetapi belum terpenuhi, oleh karena sistem penjajahan yang berlebihan di atas tanah leluhur bangsa papua.

Dalam masa otonomi khusus di Papua banyak kasus terjadi, seperti pembunuhan Kelik walik, Mako tabuni dan John Yanomfrom serta yang lainnya, mereka adalah anak-anak tanah, mereka hidup dan cari makan atas tanah sendiri tidak perna menyusahkan orang lain “pendatang” mereka ini berada di aras tanah leluhurnya. Menyusul jawaban Pdt, Yoman bahwa ada solusi tetapi kita mesti berdoa dan berpuasa memohon kepada Tuhan berikan kekuatan kepada kita agar bisa berjuang.

“Seklipun orang pintar dan bermarifat tinggi, namun tidak akan membangun orang Papua akan tetapi orang Papua sendiri akan bangkit untuk membangun dirinya sendiri, menurut Socratez sambil mengutip kata-kata Pendeta Keinne. Jadi ia mengatakan bahwa Dialog Papua Jakarta adalah salah satu kunci dan strateginya, Dialog sebagai jalan selesaikan masalah pertikaian antara Indonesia dan Papua. Dialog ini dimediasi oleh pihak ketiga yang netral agar dapat selesaikan masalah dengan damai dan bukan lagi masa perang seperti zaman dulu.

Cara mencapai kesuksesan menurut orang Papua dan bukan menurut orang Indonesia. Maka antara lain adalah proses dialog damai dengan pemerintah Indonesia dan dimediasi oleh pihak ketiga. Selama ini pemerintah menekan aspek kesejateraan tetapi kenyataan demi selesaikan konflik Papua. Namun ide kesejahteraan telah menyimpan dari tujuan mulia perjuangan orang Papua. Mengapa? karena falsafah kesejahetraan selalu kontradiksi dengan aspirasi politik dan ideologi Papua. Berkaitan dengan kesejahteraan tetap dipandang dalam kerangka berpikir elit politik dan sistem negara republik Indonesia, akan tetapi belum tentu menurut orang asli Papua, sebab telah terbuki bahwa banyak kasus semasa otomoni khusus. Di mana orang dibunuh, dibantah di hutan dan hak-hak hidup dirusak dan mama-mama Papua menjual hasil kebun di jalan-jalan dan tempat tidak layak orang asli tidak kerja di kantor-hotel, sopir, miskin, buta huruf, terbelakang. Apakah otsus sudah berhasil selam 50 tahun silam? Semakin lama orang Papua tertahan dalam penderitaan melihat ketidakadilan sosial-ekonomi, pendidikan, dan politik yang terjadi di tanah sendiri.

Menurut psikologi dan psikoanilisa mental orang Papua tertekan dalam situasi demikian. Deorang psikoanlisa Frued dalam ilmu psikoanlisa melihat bahwa kesjahteraan yang dikatakan dan ditawarkan negara Indonesia kepada orang asli Papua dalam konteks Otsus memang gagal dan menyimpan dari tujuan awal menentukan, menghakiri penderitaan orang asli Papua. Karena pemerintah gagal dalam membin psikologi manusia, yang seharusnya diperhatikan. Selagi psikologi manusia tidak diperhatikan, jangan bermimpi siag bolong bahwa kebijakan-kebijakan lain dapat berhasil.

Dengan kesejahteraan yang telah menyimpan dari motivasi awal orang asli Papua yaitu hidup bebas dan menetukan nasib sebagai bangsa (nation) dan Negara (state), maka tuntutan kebebasan dari tekanan adalah hal yang mutlak perlu. Secara psikologi “falsafah kesejahteraan” hanya memenuhi kebutuhan psikologis orang asli dengan penekanan pada keinginan daging semata atau kesejahteraan. Secara filsafat dan psikoanalisa menilai bahwa dengan cara kesejahteraan tidak pasti selesaikan masalah, karena tidak wajar, abnormal dan tidak masuk akal.

Bila dikaji masalah “falsafah kesejahteraan” dari perspektif filsafat dan psikoanalisa tidak cukup dengan kebutuhan psikologis semata sebab dari itu akan ada egoisme, sukuisme, acu tak acu dan sengaja dicipatkannya akar kejahatan dan kebintangan dalam diri manusia. Maka benar kata Filsuf Yunani Aristoteles yang  mengatakan bahwa jika manusia tidak mampu kendalikan situasi sendiri, maka berarti masih kembali pada sifat bainatang berakal (animal ratio). Kita bebas menentukan pilihan hidup kita, kalau ada tekanan dari luar. Seperti falsafat kesejahateraan adalah suatu tekanan yang muncul dari luar kemauan orang Papua, sehingga orang Papua bebas menentukan dirinya sendiri dari tekanan itu.

Maka itu ada pontensi orang Papua berubah perilaku dan cara berpikir mungkin seperti binatang. Sikap acu tak acu, egoisme, sukuisme dan tidak peduli dengan dengan isu Papua mederka. Pada hal state yang diperjungkan agar selesaikan permsalahan yang digumuli dalam egoisme kita. Penekanan pada kesejahteraan berarti aspek psikologis semata yang ingin dipenuhi, tetapi aspek universalitas pengakuan, eksistensi, sosial-budaya, ideologi, kesadaran, nasionalisme, falsafah hidup, identitas, seni dan cinta adalah absolut kebenaranya. Kini diabaikan totalitas hidup pada hal sangat menentukan tujuan hakir sebagai manusia yang utuh (state) kini ditekan oleh sistem negara penjajahan. Jadi Dialog Papua Jakarta adalah salah satu jalan  atau strateginya. Dialog sebagai jalan selesaikan masalah pertikaian antara Indonesia dan Papua. Dialog ini dimediasi oleh pihak ketiga yang netral agar dapat selesaikan masalah dengan damai yang dapat membebaskan orang dari kungkungan penindasan, agar kita dapat menemukan martabat kita sebagai manusia Papua yang asali.
 

Penulis adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura – Papua.
Share:
spacer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."