DIALOG ANTAR AGAMA: Saling Menghormati Perbedaan Dalam Pluralisme Agama Di Papia




1.      Pengantar
            Kata “dialog antar umat beragama” menunjuk kepada pertemuan serta percakapan antara orang-orang yang berbeda agama yang diadakan untuk saling mengenal dan saling belajar mengenai agama yang diyakini. Timbul kesadaran bahwa kesaksian mengenai Kristus bukan gerakkan satu arah saja dari yang bersaksi kepada yang menerima kesaksian. Dialog bukan hanya untuk pekabaran injil semata, melainkan dialog didorong oleh pendapat bahwa bagaimana kita bersaksi yang baik kepada orang lain, perlu orang-orang yang berbeda saling mengenal  dan mengerti dalam komunikasi dan pergaulan manusia yang semakin intensif.[1] Dialog untuk memajukan saling pengertian antara orang-orang yang berbeda agama.
            Hal seperti di atas ini perlu di lahirkan di Papua, karena walaupun masalah antar agama tidak nampak nyata, tetapi sebenarnya antara umat sendiri sering merasakan bahkan mengalami persoalan ini. misalnya, di Welesi-Wamena-Papua, karena masalah ekonomi umat bisa pindah agama. Selain itu, seringkali juga terjadi tudingan-tudingan antara agama dengan mempertahankan agamanya yang benar. Hal ini saya melihatnya sebagai masalah dalam pluralisme, sehingga saya menulis makalah ini dengan melihat persoalan di Papua dan terakhir sebagai rekomendasi pastoral.

2.      Dialog antar Agama Dalam Pluralisme Agama di Papua           
2.1. Tantangan Dialog dan Pluralisme Agama di Papua
            Ada tiga tantangan besar yang harus diwaspadai. Pertama adalah faktor Intern, yaitu faktor internal kerukunan umat beragama yang seringkali pelik. Semua agama punya pokok-pokok ajaran, yang seringkali terusak oleh tafsir individu. Satu agama membenarkan agamanya sendiri dan mengganggap agama lain sebagai kafir. Ini kemudian mencuat menjadi permasalahan agama di Papua. Dalam kasus ini tugas tokoh agama adalah membentengi, menjaga umat dari persoalan internal umat beragama.
            Kedua adalah faktor Ekstern, yaitu kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya, dan etnik. Konflik-konflik yang muncul sebenarnya lebih merupakan konflik terkait sosial ekonomi politik, namun sering isu agama dimasukkan sebagai faktor yang mempercepat efek dan membesarkan skala sebuah konflik yang bukan soal agama.
            Ketiga, Pluralisme merupakan tantangan bagi agama-agama. Dari sinilah arti penting pencaharian titik temu (konvergensi) agama-agama. Ada beberapa  pertimbangan sebagai kerangka acuan akan arti pentingnya pencarian konvergensi agama-agama. Pertama, secara praktis pluralisme agama belum sepenuhnya dipahami umat beragama, sehingga yang tampil ke permukaan justru sikap eksklusifisme beragama,  yang merasa ajaran yang paling benar hanyalah agama yang dipeluknya. Agama-agama lain dituduh sesat, maka wajib dikikis atau pemeluknya ditobatkan, karena baik agama maupun pemeluknya terkutuk dalam pandangan Tuhan. Di sinilah akar konflik dimulai. Pluralimse agama memang belum sepenuhnya menjamin kerukunan hidup beragama. Kedua, di tengah-tengah pluralisme agama ini, hanyalah pemeluk agama tertentu (yang bersikap eksklusif) justru masih cenderung memonopoli kebenaran agama (claim of truth) dan laham keselamatan (claim of salvation). Pahadal secara sosiologis,  claim of truth  dan  claim of salvation itu, selain membuat berbagai konflik sosial politik, juga membawa berbagai macam perang antar agama. Pluralitas agama sebagai fakta sosiologis, yang pada akhirnya mencerminkan beragam jalan menuju yang Satu, merupakan permasalahan tentang yang relatif dan yang absolut. Pada dasarnya pemahaman manusia terhadap agamanya adalah realatif, namun semua ini pada hakikatnya demi yang Absolut. Sedangkan yang Absolut, yang Satu terungkap melalui jalan-jalan yang sifatnya relatif. Misalnya, fakta adanya pluralitas agama dan diversitas pemahaman agama. Menurut Paul F. Knitter (1985), pada dasarnya semua agama adalah relatif. Yang maknanya adalah terbatas, parsial, dan tidak lengkap. Karenanya, menganggap bahwa semua agama secara instrinsik lebih dari yang lain.[2]
            Beberapa tugas tokoh-tokoh agama yang harus dilakukan demi kelancaran dialog antar agama. Pertama-tama, umat beragama di tanah Papua mesti disadarkan dan menyadari pluralitas yang ada. Setiap orang yang ada di atas tanah Papua, setidaknya harus tahu bahwa mereka hidup dalam bangsa yang plural. Apalagi di Papua dibarengi dengan program transmigrasi, dapat mendatangkan berbagai macam orang, suku, budaya, agama, bahasa dan lain sebagainya. Sikap ini harus ditanamkan. Jangan menanamkan pola pikir homogenitas, karena akan mendatangkan konflik-konflik yang seharusnya tidak terjadi. Selanjutnya, ialah sikap menghormati pluralitas. Dan terakhir, mengembangkan kemampuan bekerjasama dalam pluralitas itu. Bahkan hingga taraf sikap resiprokal, yaitu saling memberi dan menerima, atau take and give.

            2..2.. Dialog: Mengatasi Kekeliruan Pemahaman Dalam Pluralisme Agama
            Dalam pluralisme agama () di Papua, seringkali muncul pemahaman-pemahaman yang sebenarnya tidak efektif. Seringkali antara umat beragama saling memandang secara negatif. Yang satu menanamkan fanatisme agamanya dan mengatakan agama lain kafir, dan yang lain pun demikian. Di Papua misalnya sering terdengar bahwa agama Islam dengan ekonomi sering memaksa orang Kristen untuk masuk ke agamanya, dengan tujuan mau islamisasikan tanah Papua. Orang Islam pun seringkali mengatakan agama Kristen adalah agama yang kafir dan tidak benar, sehingga harus ditobatkan. Ada berbagai macam pandangan-pandangan keliru atau pun benar yang harus dibenarkan dalam dialog. Dialog memang peenting untuk itu.
            Untuk masa depan agama-agama di Papua, maka  tugas gereja-gereja untuk berinisiatif melakukan refleksi teologis mengenai realitas yang berkembang. Persoalan-persoalan yang harus dibicarakan bersama; 1) masalah pekabaran Injil dan dakwah. Perlu dicari solusi untuk menjamin kebebasan masing-masing pihak tanpa mengorbankan yang lain. 2) toleransi, mencari cara yang tepat di Indonesia untuk melaksanakan wajib missioner. Hal ini menimbulkan persoalan pada nomor 3) bahwa bagaimana dialog antar umat beragama dapat dimajukan.
            Dialog perlu untuk mengatasi pengertian-pengertian salah yang ada antar masing-masing agama. Khusus untuk gereja-gereja dianjurkan mencari dasar teologis yang kuat untuk dialog ini.[3] Upaya dialog antar-agama ini harus terus dilakukan secara intensif. Meski kita harus mengakui bahwa dalam tataran praktis, dialog tersebut masih ada kekurangannya. Namun dialog harus terus digalakkan untuk mengatasi kekurangan yang ada sehingga interaksi antar-umat beragama dapat berjalan dengan baik. bagaimanapun dialog masih sangat penting untuk dilakukan oleh para umat beragama. Dialog menjadi sarana bagi mereka untuk saling berbagi dan bertukar pengalaman. Dengan demikian, perbedaan yang ada tetap membuat mereka saling mengerti dan memahami. Langkah yang perlu dilakukan setelah mengadakan dialog adalah bagaimana kesepakatan dalam dialog dapat dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga dialog akan memiliki pengaruh nyata dalam hubungan antar-umat beragama.[4]
           
      3.      Saling Menghormati dalam Perbedaan
            Konflik antar agama muncul karena kurang adanya sikap saling menghormati antar sesama manusia, maka sikap saling menghormati harus dibangun demi menyatukan pemahaman yang sering mengganjal perkembangan agama di Papua. Syukur bahwa di Papua masalah antar agama tidak begitu nampak dari pada di daerah lain. Maka sikap saling menghormati ini mesti juga dibangun atas dasar cinta kasih/kasih sayang dan toleransi.
            Saling menghormati dalam perbedaan yang dimaksudkan bahwa dalam agama islam dan Kristen ada banyak hal yang sama, tetapi ada yang tidak. Misalnya di agama Islam antara lain menyebutkan bahwa penyembahan Allah satu-satunya, namun keyakinan agama Kristen lain dari pada Keyakinan Islam. Bagi kita Yesus Kristus adalah “Jalan dan Kebenaran dan Hidup” (Yoh. 14:6) namun bukan “salah satu jalan”. Kita yakin bahwa segenap manusia yang diselamatkan, termasuk mereka di luar Gereja, di selamatkan karena dan dalam Yesus Kristus. Padahal bagi Islam Yesus adalah seorang Nabi.
            Oleh karena itu, terdapat perbedaan-perbedaan antara islam dan Kristen juga dengan agama lain yang tidak dapat diatasi. Maka sikap toleransi atau saling menghormati dalam kekhasan, dalam identitas agama, dalam kelainan agama dan lainnya mesti diterima dan dihormati perbedaan ini. karenanya, dialog antar agama sangat penting untuk menyadarkan dan member pemahaman untuk saling menghormati perbedaan-perbedaan yang ada dalam agama demi memuliakan Allah yang Esa. Allah yang adalah awal dan akhir keyakinan kita bersama.
4.      Lima Prinsip Menjalin Hubungan Baik[5]
            Pertama, Tahu Diri, menyadari kejelekan bukan hanya pada pihak lain, melainkan pada pihak kita sendiri. Kita perlu menyadari supaya realistis dan adil. Jangan mencari sumber masalah dalam hudungan kita semata-mata sengan agama lain. Kedua, Perlu Ingin Mengerti pandangan sebenarnya yang ada dalam agama-agama, khususnya Islam. Kita perlu memahami segala nilai dan keyakinan mereka dengan baik tanpa meremehkan atau menjelekkan agamanya.  Ketiga, Sikap Prakmatis dimaksud bahwa kita melihat jauh ke depan. Memandang hubungan kita lebih baik dan keberadaan kita lebih tulus diterima agama-agama lain.  Keempat, Sikap Kejujuran, kalau kita mendekati umat islam, mengajak mereka berdialog, menekankan hal-hal yang kita miliki bersama itu kejujuran. Tidak perlu konflik atau gesekan yang barangkali ada diantara kita.  Kelima, usaha untuk bersahabat dengan saudara-saudara yang beragama lain tidak terlepas dari tatakrama sopan-santun lahiriah saja, melainkan harus datang dari hati dan menuju hati. Itu tidak mudah, maka hati harus berusaha untuk bersikap baik dengan mereka, untuk membangun perasaan-perasaan positif.  

      5.      Rekomendasi Kebijakan Pastoral[6]
            Dialog antar agama mesti menyentu akar rumput (umat). Dialog tak hanya terbatas dilakukan oleh para pemuka agama saja. Dialog juga mestinya dilakukan para guru atau kalangan pelajar yang memiliki keyakinan berbeda sehingga akan membantu kesalingpahaman di antara pemeluk agama yang berbeda. Dengan pemahaman untuk saling menghargai dan toleransi yang tak hanya dimengerti oleh para pemuka agama saja, tentu langkah toleransi juga akan semakin mudah untuk dilakukan. Intinya, dialog antar-agama mestinya juga mencapai akar rumput.
            Diperlukan langkah yang lebih konkret dan praktis. Dengan demikian dialog ini tak hanya berhenti dalam sebuah wacana saja. Ini bisa dilakukan dengan melakukan perkemahan bersama. Misalnya dalam kegiatan tersebut dapat menjadi sebuah pelatihan atau percontohan. Bahkan, dapat menjadi pelajaran bagi para pemeluk agama yang berbeda untuk mengatasi berbagai masalah dan perbedaan. Ini juga bisa dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat beragama pada skala yang lebih besar.
            Dialog sangat penting untuk dilakukan oleh para umat beragama. Pasalnya, dialog menjadi sarana bagi mereka untuk saling berbagi dan bertukar pengalaman. Dengan demikian, perbedaan yang ada tetap membuat mereka saling mengerti dan memahami. Namun, langkah lanjut yang perlu dilakukan setelah mengadakan dialog adalah bagaimana kesepakatan dalam dialog dapat dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga dialog akan memiliki pengaruh nyata dalam hubungan antar-umat beragama.
            Selain itu, ada beberapa kebijakan pastoral yang mesti dijalankan dalam hidup bersama agama lain di tanah Papua secara khusu dan umumnya di Indonesia adalah; Pertama, Allah telah menganugerahkan akal budi kepada manusia, melaluinya (akal budi) manusia mengenal kebenaran. Pengenalan kebenaran menyinari tanggungjawab kita di hadapan Allah dan di hadapan satu sama lain. Kedua, iman adalah anugerah Allah, melaluinya (iman) manusia sadar bahwa ia diciptakan oleh Allah dan bertumbuh di dalam pengetahuan akan Dia. Ketiga, hati yang putih-bersih adalah pusat dari seorang yang setia, di mana iman, akal budi dan belarasa berpadu di dalam penyembahan kepada Allah dan kasih akan sesama manusia. Keempat, derajat manusia yang dianugerahkan Allah harus dihormati oleh semua orang dan harus pula dilindungi di dalam/melalui hukum. Dan kelima, di dalam dialog, kaum beriman harus mengucapkan rasa syukur kepada Allah atas segala rahmatNya di atas di dalam suasana saling menghormati dan dalam belarasa, dan di dalam sebuah bentuk hidup yang harmonis dengan ciptaan Tuhan.[7] 

      6.      Penutup
            Dialog antar agama jika dipandang secara teliti, sangatlah penting dalam kehidupan umat beragama.  Dengan adanya dialog diharapkan supaya setiap umat saling menghormati dalam keberbedaan yang ada. apalagi dalam situasi pluralitas, yang seringkali menimbulkan gesekan-gesekan yang mencederai intensitas agama tertentu. Karena itu, dialog jangan hanya dibangun antara tokoh-tokoh agama semata, melainkan harus mengena pada kalangan umat bawah. Hal ini penting demi perkembangan dan mengembangkan sikap saling menghormati antar sesama dalam keseharian hidup di mana saja berada.
            Berkaitan dengan itu, kebijakan pastoral dalam membangun pemahaman antar sesame umat beragama sangat penting demi membangun kerja-sama. Oleh karena itu, setiap umat beriman harus memandang sesame adalah manusia yang berasal dari satu sumber dan saling menghormati perbedaan dan persamaan yang ada pada diri kita masing-masing. “Jangan melihat selumbar di mata orang, melainkan lihatlah dahulu balok di matamu”.

Sumber Bacaan
           
           
           
       
        
           
                   Magnis-Suseno, Frans SJ. Menjadi Saksi Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk, Jakarta: Obor, 2008.


       [2] www.waspada.co.id/index.php?...dialog-antar-umat-beragama...
       [5]Frans Magnis-Suseno, SJ. Menjadi Saksi Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk, Jakarta: Obor, 2008, hal. 153-156.
Share:
spacer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"...Sobat berikanlah tanggapanmu atas tulisan di atas..."